Kamis, 21 November 2013

PROPOSAL PENELITIAN (ANALISIS PELAKSANAAN MUDHARABAH DI BANK MUAMALAT KOTA SEMARANG)


BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang


Islam merupakan agama yang bersifat universal serta dapat memberikan tuntunan dan panduan bagi kehidupan umat manusia. Kita dapat melihat peranan positif yang dibawa oleh Islam di masa kejayaannya dahulu dengan melihat perkembangan peradaban umat manusia. Sebagai suatu ajaran, Islam merupakan suatu sistem kehidupan yang seharusnya dijalankan oleh manusia selaku khalifah Allah Swt., dimuka bumi ini.[1]
Manusia diciptakan Allah sebagai makhluk paling sempurna diantara yang lain, manuisa diberikan akal supaya manusia bisa membedakan antara baik dan benar, antara khak dan batil. Sebagai makhluk paling sempurna, Allah telah meberikan sebuah amanah kepada manusia yaitu sebagai khalifah Allah di muka bumi. Sebagaimana firman-Nya dalam al-Qur’an surat al-Baqarah:30
Artinya:
"Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi…"(QS. al-Baqarah:30)[2]

Kata khalifah berakar dari kata khalafa yang berarti mengganti. Kata khalifah secara harfiah berarti pengganti. Akar katanya adalah  خلف   artinya sesuatu yang ada dibelakang. Khalifah diartikan pengganti, karena ia menggantikan yang didepannya. Di dalam bahasa Arab, kalimat “Allah menjadi khalifah bagimu” berarti Allah menjadi pengganti bagimu dari orang tuamu yang meninggal. Allah menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi berarti Allah menyerahkan pengelolaan dan pemakmuran bumi bukan secara mutlak kepada manusia. Kedudukan manusia sebagai khalifah dengan arti ini dinyatakan Allah didalam surat al-Baqarah/2:30 dimana Allah menjadikan Bani Adam sebagai khalifah di bumi.[3]
Islam memandang bahwa bumi dan segala isinya merupakan amanah dari Allah kepada manusia sebagai khalifah dimuka bumi ini untuk digunakan bagi kesejahteraan umat manusia. Sebagaimana yang tertuang dalam al-Qur’an surat Hud ayat 61 sebagai berikut:
u
Artinya:
Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya.”(Q.S. Hud 11:61)[4]
 Untuk mencapai tujuan yang suci ini Allah tidak meninggalkan manusia sendirian, tetapi diberikannya petunjuk melalui para Rasul-Nya. Dimana setiap Rasul itu telah  membawa ajaran agama, mulai dari Rasul pertama sampai terahir yaitu Rasulullah Muhammad saw; dengan agama Islam, dimana agama Islam adalah agama yang paling sempurana diantara yang lain. Kesempurnaan Islam bukan merupakan klaim dari pemeluk agama Islam itu sendiri melainkan dengan terang dan gamblang diproklamirkan oleh Tuhan sendiri melalui wahyu yang terahir yaitu.[5]
Š
Artinya:
pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu… (Q.S. al-Maidah 5:3).[6]
Islam datang untuk  menyempurnakan agama-agama yang terdahulu. Sebgai agama yang semuprna Islam telah dibekali  Allah dengan kitab al-Qur’an yang di sucikan, selain al-Qur’an ada juga as-Sunnah yang merupakan sumber tuntunan hidup bagi kaum muslimin untuk menapaki kehidupan fana di dunia ini dalam rangka menuju kehidupan yang kekal di akhirat nanti.[7]
Al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai penuntun memiliki penjelas dan  daya jangkau serta daya atur yang universal. Artinya, meliputi segenap aspek kehidupan umat manusia dan selalu ideal untuk masa lalu, kini, dan yang akan datang. Sebagaimana firman Allah QS. an-Nahl :89
   
Artinya:
dan Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. (QS. an-Nahl :89).[8]
Dalam petunjuk ini Allah memberikan segala sesuatu yang dibutuhkan manusia, baik aqidah, akhlak, maupun syari’at Islam. Aqidah dan akhlak sifatnya konstan dan tidak mengalami perubahan dengan berbedanya waktu dan tempat. Adapun syariah senantiasa berubah sesuai dengan kebutuhan dan taraf peradaban umat, di mana seorang Rasul diutus.[9] Hal ini diungkapkan dalam al-Qur’an,
!9e
Artinya;
…untuk tiap-tiap umat di antara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang…(al-Maidah:48)[10]
Kenyataan ini diungkapkan oleh Rasulullah SAW dalam suatu hadis yang maknanya: saya dan rasul-rasul yang lain tak ubahnya bagaikan saudara sepupu, syariat mereka banyak tetapi agama (aqidah)-nya satu (yaitu mentauhidkan Allah).[11]
Ajaran Islam tidak hanya dibatasi dengan kegiatan ritual belaka, akan tetapi seluruh roda kehidupan umat manusia, termasuk dalam menjalankan kegiatan muamalah haruslah sesuai dengan syari’ah Islam. Seperti diketahui bahwa cakupan ajaran Islam itu pada dasarnya meliputi:[12]
Akidah (dari bahasa Arab ‘aqidah) berasal dari ‘aqada secara bahasa punya arti mengikat, membuhul, mensimpulkan, mengokohkan. Akidah adalah keyakinan keagamaan yang dianut oleh sesorang dan menjadi landasan segala bentuk aktivitas, sikap, pandangan dan pegangan hidupnya. Istilah tersebut identik dengan iman (kepercayaan, keyakinan).”[13]
Akhlak, dalam kamus bahasa Indonesia, kata akhlak diartikan sebagai budi perketi atau kelakuan. Kata akhlak walaupun terambil dari bahasa Arab (yang yang biasa berartikan tabiat, perangai, kebiasaan, bahkan agama), kata seperti itu tidak terdapat dalam al-Qur’an.[14] Akhlak adalah tingkah laku manusia yang dilakukan dengan sengaja, tidak dibuat-buat, dan telah menjadi kebiasaan.[15] Akhlak dalam ajaran agama tidak dapat disamakan dengan etika, karena akhlak mencakup berbagai aspek, dimulaai dari akhlak terhadap Allah, hingga kepada sesama makhluk dimuka bumi.[16]
Syari’ah di Indonesia-kan menjadi syariat, dari segi bahasa berarti jalan yang lurus, juga berarti sumber air yang mengalir. Dalam arti terminology syari’at adalah ketentuan yang ditetapkan Allah untuk hamba-Nya dengan perantaraan Rasul-Nya agar diamalkan dengan penuh keimanan. Baik ketentuan itu terpaut dengan akidah, amaliah maupun akhlak.[17]
Syari’ah Islam merangkum seluruh aspek kehidupan, baik ritual (ibadah) maupun sosial (muamalah). Ibadah diperlukan untuk menjaga ketaatan dan keharmonisan hubungan manusia dengan khaliq-Nya.[18] Sedangkan muamalah adalah bagian ajaran Islam yang mengatur hubungan antara seseorang dengan orang lain dalam kehidupan bermasyarakat.[19] Di antaranya politik, pendidikan, ekonomi dan hal lain yang masih dalam ruang lingkup interaksi antara masyarakat.
Dalam muamalah dapat kita temukan interaksi antara manusia yang biasa kita sebut ekonomi. dalam bidang ekonomi terdapat dua sistem yang sekarang menguasai dunia yaitu: ekonomi konvensional dan ekonomi Islam.
Ekonomi konvensional kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh individu manusia biasanya diarahkan dalam rangka memenuhi keinginan manusia yang tidak terbatas yang dihambat dengan faktor-faktor produksi yang terbatas.
Ekonomi Islam secara garis besar dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.      Allah adalah pemilik mutlak sumber daya atau faktor produksi.
2.      Hak individu terhadap pemilikan kekayaan diakui namun bukan bebas secara mutlak.
3.      Tidak dibolehkan untuk mengejar keuntungan pribadi bila hal itu merugikan orang lain atau merusak alam.
4.      Motivasi pelaku ekonomi untuk mendapatkan laba bukan hanya laba dunia, melainkan juga laba akhirat.
5.      Aktivitas ekonomi dinilai sebagai kebajikan atau amal ibadah kepada Allah[20] 
Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah Bab I pasal 1 bahwa yang dimaksud dengan ekonomi Islam adalah usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh orang perorang, badan usaha yang berbadan hukum atau tidak berbadan hukum dalam rangka memenuhi kebutuhan yang bersifat komersial dan tidak komersial menurut prinsip syari’ah.[21]
Sedangkan menurut Zadjuli yang dikutip dari buku Didik Ahmad Supadi menjelaskan bahwa ekonomi Islam adalah penerapan ilmu ekonomi dalam praktik kehidupan sehari-hari bagi individu, keluarga, kelompok masyarakat maupun pemerintah/ pengusaha dalam mengorganisir dalam faktor produksi, distribusi dan pemanfaatan barang dan jasa yang dihasilkan tunduk dalam peraturan perundangan Islam (sunnatullah).[22]
Dalam bidang ekonomi terdapat larangan-larangan yang sudah tercantum dalam Al-Qur’an, seperti halnya larangan riba, larangan memanipulasi timbangan, larangan menimbun harta untuk keuntungan pribadi, perjudian, dan transaksi yang bersifat tipuan garar serta adanya prinsip transaksi sukarela.
Contohnya larangan riba, dalam al-Qur’an larangan riba diturunkan secara bertahap, hal ini memang salah satu karakteristik al-Qur’an dalam memberlakukan hukum, adalah menggunakan pendekatan berangsur-angsur atau bertahap (at-tadrij fi at-tasyri’). Ayat al-Qur’an tentang pelarangan riba dimaksud adalah surat ar-Rum (30):39, surat an-Nisa (4):160-161, surat Ali ‘Imran (3):130, dan surat al-Baqarah (2):275-280. Urutan ayat al-Qur’an tetang pelarangan riba tersebut mengacu tafsir al-Maragi dan as-sabuni. (Shihab, 1992:260). Riba yang dibicarakan dalam surat ar-Rum, pelarangannya belum sekeras larangan riba di ayat lain.[23]
Baru dalam surat al-Baqarah Allah melarang riba dengan jelas dan gamblang yaitu pada ayat 278-279:

Aritnya:
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa Riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.(279). Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. (al-Baqarah: 278-279).[24]
Dalam menjalankan perekonomian pasti tidak akan lepas dengan lembaga keuangan yang disebut dengan Bank. Dalam perkembangannya Bank juga bisa dibedakan menjadi dua yaitu Bank konvensional dan Bank Islam (syari’ah).[25]
Bank konvensional yaitu sebuah lembaga keuangan yang fungsi utamanya menghimpun dana untuk disalurkan kepada yang memerlukan dana, baik perorangan atau badan usaha guna investasi dalam usaha-usaha yang produktif dan lain-lain dengan sistem bunga. Sistem bunga merupakan sistem yang di gunakan oleh bank konvensional.[26]
Bank Islam, ialah sebuah lembaga keuangan yang menjalankan operasionalnya menurut hukum syariat Islam. Sudah tentu Bank Islam tidak memakai sistem bunga, sebab bunga dilarang oleh Islam.[27]
Sebagai lembaga keuangan yang tidak menggunakan sistem ribawi, maka bank Islam mempunyai prinsip-prinsip yang luwes (mugayyarat) yaitu instrument-instrumen untuk melaksanakan prinsip yang tetap sesuai dengan situasi dan kondisi setempat, yang dimungkinkan adanya pengembangan dan teknik penerapan. Misalnya pembiayaan dengan model mudharabah yaitu bagi hasil misalnya menggunakan nisbah 50%:50% atau 60%:40% atau 70%:30%, atau pembiayaan model musyarakah dengan kesepakan nisbah 50%:50%, yang semua itu mendasarkan pada prinsip-prinsip tidak mengandung riba serta prinsip transaksi saling rela (‘an taradhin) yang merupakan prinsip permanen.[28]
Bank Muamalat merupakan bank syari’ah pertama di Indonesia, dewasa ini perkembangannya sangatlah pesat maka dari itu penyusun akan meneliti  bank Muamalat yang ada di Kota Semarang. Sebagai bank yang oprasionalnya menggunakan sistem syari’ah bank Muamalat kota Semarang mempunyai beberapa produk yang menjadi cirri dari bank syari’ah dan di antaranya yaitu akad Mudharabah.
Tidak dapat di pungkiri, bahwa akad pembiayaan mudharabah adalah akad yang rentan akan resiko. Dimana sahibul mal, dalam hal ini adalah pihak bank Muamalat kota Semarang, sebagai pihak yang akan menanggung resiko yang mungkin terjadi. Karena produk pembiayaan mudharabah memerlukan masyarakat yang jujur serta amanah dalam menjalankan produk mudharabah.

B.     Pokok Masalah


Dari latar belakang yang telah penyusun sampaikan kiranya penyusun dapat merumuskan pokok maslah sebagai berikut:
1.      Apakah pelaksanaan mudharabah di bank Muamalat kota semarang sesuai dengan ketentuan syari’ah?
2.      Bagaimana ketentuan sebagai mudharib (pengelola) dalam pelaksanaan akad mudharabah di Bank Muamalat kota Semarang?

C.    Tujuan Penelitian


1.      Untuk mengetahui pelaksanaan mudharabah di bank Muamalat kota semarang
2.      Guna memahami ketentuan sebagai pengelola (mudharib) dalam pelaksanaan akad mudharabah di bank Muamalat kota Semarang


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.    Kajian Teoritis

1.      Pengertian pembiayaan


Pembiayaan atau financing, yaitu pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri ataupun lembaga. Dengan kata lain , pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan.
Pembiayaan adalah penyediaan dana oleh pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat melalui lembaga keuangan bank, lembaga keungan bukan bank, atau lembaga lain.[29] Pengertian ini dapat di artikan bahwa sesungguhnya yang dimaksud pembiayaan adalah peminjaman modal untuk kegiatan usaha.

2.      Bagi Hasil


Bagi hasil adalah bentuk retrun (perolehan aktivitas usaha) dari kontrak investasi, dari waktu ke waktu, tidak pasti dan tidak tetap. Besar kecilnya perolehan kembali itu tergantung pada hasil usaha yang benar-benar diperoleh.

3.      Pengertian Mudharabah


Mudharabah, dari kata daraba secara bahasa artinya memukul, berjalan. Sedangakan menurut istilah mudharabah yaitu akad kerjasama antara pemilik modal dan pelaku usaha, yang mana pemilik modal dinamakan sahibul mal dan pelaku usaha dinamakan mudharib.[30]
Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak. Dimana pihak pertama (sahibul mal) menyediakan dana seluruhnya (100%), sedangkan pihak lainnya yang menjadi  pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangakan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal (sahibul mal) selama kerugian itu bukan akibat kelalaian pengelola, seandainya kerugian diakibatkan karena kecurangan pengelola, maka pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.[31]
Akad mudharabah menurut UU No. 21 Tahun 2008 merupakan akad yang dipergunakan oleh Bank Syari’ah, UUS, fsn BPRS tidak hanya kegiatan untuk menghimpun dana dalam bentuk investasi berupa deposito, tabungan atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu, tetapi  juga  untuk kegiatan menyalurkan pembiayaan bagi hasil, proses membeli dan menjual atau menjamin atas resiko sendiri surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata. Khusus bagi BPRS, mudharabah dapat juga digunakan sebagai landasan akad untuk menempatkan dana pada bank Syari’ah lain dalam bentuk Investasi.
Mudharabh menurut ketetapan fatwa DSN MUI ialah akad kerjasama suatu usaha antara dua pihak di mana pihak pertama (malik, shahibal-mal,LKS) menyediakan seluruh modal, sedang pihak kedua (amil, mudhari, nasabah) berindak selaku pengelola dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak.[32]
Dari beberapa devinisi di atas maka penyusun mengartikan bahwa akad mudharabah adalah akad pembiayaan yang mana pihak pertama yaitu dalam hal ini pihak bank syari’ah atau lembaga keungan syari’ah menyalurkan dananya 100% untuk di kelola oleh pihak kedua yaitu nasabah dengan keuntungan usaha di bagi atas kesepakatan kedua belah pihak.

4.      Rukun Mudharabah


Faktor-faktor yang harus ada (rukun) dalam akad mudharabah adalah:
a.       Pelaku (pemilik modal maupun pelaksana usaha)
b.      Objek mudharabah (modal dan kerja)
c.       Persetujuan kedua belah pihak (ijab-qabul)
d.      Nisbah keuntungan[33]

5.      Landasan Syari’ah


Para imam mazhab sepakat bahwa mudharabah adalah boleh berdasarkan al-Qur’an dan as-sunnah Landasan syari’ah dari mudharabah ini lebih mencerminkan agar setiap ummat dianjurkan melakukan usaha, seperti tertera dalam Al-Qur’an surat al-Muzammil ayat 20

Artinya
….dan
orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah..(Q.S. al-Muzammil [73]:20)
Dalam salah satu hadis akad mudharabah memperoleh keberkahan dari Allah SWT., sebagaimana hadis yang diriwayatkan Salih bin Shuhaib:
عَنْ صَالِحِ بْنِ صُهَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثٌ فِيهِنَّ الْبَرَكَةُ الْبَيْعُ إِلَى أَجَلٍ وَالْمُقَارَضَةُ وَأَخْلَاطُ الْبُرِّ بِالشَّعِيرِ لِلْبَيْتِ لَا لِلْبَيْعِ

Artinya:
“Diriwayatkan dari Shalih bin Shuhaib dari ayahnya, berkata bahwa, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: " Ada tiga hal yang memperoleh keberkahan; yaiut transaksi jual beli untuk masa tertentu, muqadarah atau mudarabah (yaitu bagi hasil), dan mencampur gandum jenis burr dengan gandum jenis sya’ir untuk keperluan rumah tangga bukan untuk dijual." (HR. Ibnu majah)

6.      Fatwa MUI Tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh)


Pertama : Ketentuan Pembiayaan:
1.      Pembiayaan Mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh LKS kepada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif.
2.      Dalam pembiayaan ini LKS sebagai shahibul maal (pemilik dana) membiayai 100 % kebutuhan suatu proyek (usaha), sedangkan pengusaha (nasabah) bertindak sebagai mudharib atau pengelola usaha.
3.      Jangka waktu usaha, tatacara pengembalian dana, dan pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak (LKS dengan pengusaha).
4.      Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati bersama dan sesuai dengan syari’ah; dan LKS tidak ikut serta dalam managemen perusahaan atau proyek tetapi mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan.
5.      Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
6.      LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah kecuali jika mudharib (nasabah) melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi perjanjian.
7.      Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila mudharib terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad.
8.      Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme pembagian keuntungan diatur oleh LKS dengan memperhatikan fatwa DSN.
9.      Biaya operasional dibebankan kepada mudharib.
10.  Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan kewajiban atau melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan, mudharib berhak mendapat ganti rugi atau biaya yang telah dikeluarkan.
Kedua : Rukun dan Syarat Pembiayaan:
1.      Penyedia dana (sahibul maal) dan pengelola (mudharib) harus cakap hukum.
2.      Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut:
a.              Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad).
b.              Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
c.              Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern.
3.      Modal ialah sejumlah uang dan/atau aset yang diberikan oleh penyedia dana kepada mudharib untuk tujuan usaha dengan syarat sebagai berikut:
a.              Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya.
b.             Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal diberikan dalam bentuk aset, maka aset tersebut harus dinilai pada waktu akad.
c.               Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib, baik secara bertahap maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
4.      Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal. Syarat keuntungan berikut ini harus dipenuhi:
a.              Harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya untuk satu pihak.
b.             Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk prosentasi (nisbah) dari keun-tungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan.
c.              Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah, dan pengelola tidak boleh menanggung kerugian apapun kecuali diakibatkan dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.
5.      Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib), sebagai perimbangan (muqabil) modal yang disediakan oleh penyedia dana, harus memperhatikan hal-hal berikut:
a.              Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib, tanpa campur tangan penyedia dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.
b.             Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa yang dapat menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan.
c.              Pengelola tidak boleh menyalahi hukum Syari’ah Islam dalam tindakannya yang berhubungan dengan mudhara-bah, dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktifitas itu.
Ketiga : Beberapa Ketentuan Hukum Pembiayaan:
1.      Mudharabah boleh dibatasi pada periode tertentu.
2.      Kontrak tidak boleh dikaitkan (mu’allaq) dengan sebuah kejadian di masa depan yang belum tentu terjadi.
3.      Pada dasarnya, dalam mudharabah tidak ada ganti rugi, karena pada dasarnya akad ini bersifat amanah (yad al-amanah), kecuali akibat dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.
4.      Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.[34]

B.     Kajian Penelitian Terdahulu Yang Relevan

Penulis akan mengemukakan beberapa hasil penelitian yang dikaji oleh penulis sebelumnya dengan kajian yang sama yaitu pembiayaan mudarabah diantaranya:
Maulana 2011 dengan judul “Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah (Studi Kasus Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah Pada Koprasi BMT Bintoro Madani Demak)”. Dari penelitian tersebut mempunyai kesimpulan:
1.      Dalam mengajukan pembiayaan mudharabah, nasabah harus memenuhi syarat-syarat kelayakan dan syarat administratif. Nasabah harus melakukan beberapa tahap yang harus dilalui. Tahap-tahap tersebut merupakan prosedur baku yang harus dilalui mudharib untuk mengajukan pembiayaan. Hal itu bertujuan untuk menghindari praktek gharar dan wanprestasi dari pihak nasabah serta untuk melindungi modal yang dikeluarkan pihak nasabah BMT.
2.      Akad pembiayaan mudharabah pada koprasi BMT Bintaro Madani telah memenuhi standar akad pembiayaan, karena pihak yang berakad jelas disebutkan, disepakati bersama dan ditentukan pembayarannya, materi akad yang berkaitan dengna modal, kegiatan usaha atau kerja dan nisbah telah disepakati bersama saat perjanjian, resiko usah yang timbul dari proses kerjasama jelas tercantum dalam akad. Namun dalam praktek pelaksanaannya pembiayaan mudharabah pada BMT Bintaro Madani tidak sesuai dengan akad, dimana pihak pengelola belum sepenuhnya berani mengambil resiko terhadap pembiayaan yang diberikan kepada anggotanya dan juga penerapan proposi bagi hasil hanya semata-mata mencari profit tetapi tidak berani untuk mengambil resiko atau loss sharing, sehingga belum sesuai dengan apa yang diamanatkan dalam konsep syariah. [35]

Miskiyatus Sariroh, 2011 dengan judul “Pelaksanaan Mudharabah Di BNI Syari’ah Cabang Semarang Tahun 2009 (Studi kasusu Akad pembiayaan Mudharabah Nomor: SMS/027/2009/Mudharabah Syari’ah), penelitian tersebut memberikan kesimpulan sebagai berikut:
Pelaksanaan pembiayaan mudharabah di BNI Syari’ah Cabang Semarang. Nasabah mengajukan jumlah pembiayaan yang dikehendaki. Menyebutkan kegunaan pembiayaan tersebut. Setelah bank mengetahu tersebut, bank mulai menganalisa lapangan prihal usaha yang hendak dijalankan. Jika usaha yang diajukan layak, maka pembiayaan tersebut akan mendapatkan dana. Tentunya dengan jaminan yang diaukan oleh pemohon pembiayaan. Dalam hal ini bank bertindak sebagai sahibul mal dan nasabah sebagai mudharib. Nisbah bagi hasil ditentukan bersama-sama antara sahibul mal dan mudharib dengan prosentase 59% : 49% dimana 59% untuk bank dan 41% untuk nasabah. Sedangkan sistem pengembaliaan modal dengan cara angsuran perbulannya.
Pada dasarnya pelaksanaan pembiayaan mudharabah kurang sesuai dengan fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 07 tentang pembiayaan mudharabah (qiradh). Ada bagian-bagian yang masih perlu ditinjau lebih lanjut. Seperti terdapat pada pasal 12 pada ayat 3 mengatakan jenis-jenis beban yang harus dibayar oleh nasabah. Ketentuan tersebut tidak terdapat pada Fatwa Dewan Syari’ah Nasional. Dan terdapat adanya tidak kesesuaian antara penentuan mudharabah teersebut, antara nasabah dan bank terkait bagi hasil, maka akad mudharabah tersebut menjadi kabur. Sehingga bagi hasil yang menjadi hal yang penting menjadi tidak jelas.[36]




BAB III

METODE PENELITIAN

A.    Jenis Penelitian


Dalam penelitian ini, penyusun menggunakan metode berdasarkan tempat penelitian, lebih tepatnya menggunakan jenis penelitian Field Reseach (penelitian lapangan) yaitu penelitian yang dilaksanakan langsung dilapangan di kancah kehidupan nyata.[37] Obyeknya yaitu mengenai gejala-gejala, peristiwa dan fenomena-fenomena yang terjadi di lingkungan sekitar, baik masyarakat, organisasi lembaga dan bersifat non-pustaka.[38] Maka dari itu, dalam pembahasan ini penyusun akan melakukan penelitian tentang analisis pelaksanaan mudharabah di bank Muamalat kota Semarang, dengan respondennya yaitu pengelola, dan nasabah pembiayaan mudharabah di bank Muamalat kota semarang.

B.     Sumber Data


Salah satu hal yang mempengaruhi kualitas hasil penelitian adalah kualitas data yang di kumpulkan.[39] Data adalah segala informasi yang dijadikan dan diolah untuk suatu kegiatan penelitian sehingga dapat dijadikan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan.[40] Dengan demikian, data penelitian haruslah data yang baik, tidak semua informasi merupakan data karena data hanya sebagian informasi yang berkaitan dengan masalah dan tujuan penelitian.[41]
Data diperoleh dengan mengukur nilai satu atau lebih variable dalam sampel (atau populasi). Semua data yang ada pada hakikatnya merupakan cerminan suatu variable yang diukur menurut klasifikasinya. Dengan demikian, data dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai kriteria, misalnya berdasarkan jenisnya, sifatnya, sumbernya, cara memperolehnya dan waktu mengumpulkannya.[42] Penyusun dalam meneliti menggunakan metode klasifikasi data menurut sumber perolehannya (menurut drajat sumbernya), yaitu data primer dan data sekunder.

1.      Data Primer


Data primer adalah data yang didapat dari sumber pertama baik dari individu ataupun perseorangan yang merupakan sumber asli. Dalam hal ini maka proses pengumpulan datanya perlu dilakukan dengan memperhatikan siapa sumber utamanya[43]. Data primer yang digunakan penyusun ialah melalui wawancara (interview) dengan pengelola, dan nasabah pembiayaan mudharabah di  bank Muamalat kota Semarang.

2.      Data Sekunder


Data sekunder adalah data yang duperoleh dari sumber yang bukan asli, data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi, sudah dikumpulkan dan diolah oleh pihak lain.[44] Dalam hal ini penyusun menggunakan data sekunder berupa buku-buku yang berkaitan dengan ekonomi syari’ah dan perbankan syari’ah serta artikel-artikel baik dari internet maupun dari penyampaian secara lisan (seminar).

C.    Populasi dan Sampel


1.      Populasi


Populasi adalah kumpulan dari individu dengan kualitas serta cirri-ciri yang telah ditetapkan.[45] Bisa juga di artikan dengan jumlah keseluruhan subyek dan obyek yang diteliti, yang dapat terdiri dari manusia, benda, hewan, tumbuhan, gejala, nilai tes atau peristiwa.[46] Dalam penelitian ini, maka yang disebut dengan populasi adalah banyaknya pengelola dan nasabah pembiayaan mudharabah di bank Muamalat kota Semarang. Jumlah pengelola bank Muamalat yaitu 10 pengelola dan jumlah nasabah pembiayaan mudharabah yaitu 40, jadi jumlah keseluruhan adalah 50 responden.

2.      Besar sampel


Dalam menentukan besar sampel penyusun menggunakan rumusan besar sampel menurut Krejice dan Morgan, ketika jumlah populasi yang ingin diteliti itu berjumlah 50 responden maka yang di jadikan sampel ialah  44 responden.

3.      Teknik Penarikan sampel


Secara umum teknik penarikan sampel ada dua jenis yaitu: Random sampling dan Nonrandom sampling.[47] Dalam penelitian ini penyusun menggunakan teknik penarikan sampel nonrandom sampling lebih tepatnya menggunakan snowball sampling. Snowboll sampling ialah teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian sampel ini disuruh memilih responden lain  untuk dijadikan sampel lagi, begitu seterusnya sehingga jumlah sampel terus menjadi banyak.[48]

D.    Pengukuran Variabel: Definisi Operasional & Skala Pengukuran (1. Skala Pengukuran, 2. Pengujian Validitas dan Reliabilitas)


1.      Pengukuran variabel


Dalam penelitian pengukuran variabel sangatlah diperlukan karena untuk menghubungkan antara konsep abstrak dengan realitas.[49] Dalam penelitian ini, penyusun akan meneliti data yang mengenai demografi pengelola dan nasabah pembiayaan mudharabah di bank Muamalat kota Semarang.

2.      Definisi oprasional


Definisi oprasional adalah suatu definisi yang mengungkapkan secara akurat dan jelas  definisi yang didasarkan atas sifat-sifat obyek yang didefinisikan dan dapat diamati.

3.      Sekala pengukuran


a.       Sekala pengukuran adalah penentuan atau penetapan atas suatu variabel berdasarkan jenis data yang melekat pada suatu penelitian.
b.      Pengujian Validitas dan Reliabilitas
Validitas, Sejauhmana ketepatan dalam mengukur suatu penelitian yang telah diteliti oleh penyusun. Dalam hal ini penyusun menggunakan jenis validitas konstruk untuk mengukur konsep yang terdapat dalam penelitian ini.
Reliabilitas, yaitu konsistensi suatu penelitian dalam memberikan hasil pada waktu dan tempat berbeda.[52]

E.     Pengumpulan data


Metode pengumpulan data yang penyusun gunakan yaitu dengan metode wawancara (interview), dan dokumentasi.

1.      Wawancara (interview)


Wawancara merupakan metode pengumpulan data  dengan tanya jawab secara lisan dengan responden. Dalam hal ini penyusun akan mengajukan pertanyaan kepada pengelola dan nasabah pembiayaan mudharabah bank Muamalat kota Semarang, yang merupakan responden dari penelitian. Model wawancara yan digunakan dengan metode wawancara terstruktur dan wanwancara tidak terstruktur.

2.      Dokumentasi


Dokumentasi adalah metode pengumpulan data melalui tulisan, buku-buku dan penelitian sebelumnya.

F.     Pengolahan data, Analisis data, Penafsiran data


Proses pengolahan data dilakukan dalam dua tahap, pertama pada wawancara sebelum datanya di-entry untuk dianalisis dan tahap kedua dilakukan sesudah di-entry. Editing data dimaksudkan untuk mengurangi kesalahan pada data secara individual, mengurangi sifat keaneka ragaman, sehingga pada ahirnya dapat diolah secara mudah.
Analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia. Dalam penelitian ini penyusun mengumpulkan data yang sudah digali oleh penyusun selama penelitian. Berupa hasil wawancara dan dokumentasi penelitian.
Penafsiran data yaitu pencarian pengertian yang lebih dalam dan luas tentang temuan-temuan dalam penelitian. Penyusun menafsirkan data yang telah di analisis dengan cara mendiskusikan temuan-temuan selama penelitian. Dan kemudian penyususn akan menarik kesimpulan yang bisa menjawab rumusan masalah.


 

Daftar Pustaka


Al-qur’an Al-Karim Dan Terjemahnya Departemen Agama RI,2012. Bandung: Diponegoro
Abdul Husain,A, 2003. Ekonomi Islam prinsip dasar dan tujuan. Yogyakarta: Magistra Insania Press.
Akhmad Mujahidin, 2007, “Ekonomi Islam”, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Juhaya S.Pradja, 2012. “ Ekonomi Syari’ah. Bandung: pustaka setia.
Atang Abd, Hakim. 2011. “Fiqih Perbankan Syari’ah”, Bandung: PT Rafika Aditama
Departemen Agama RI. 2010. Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang disempurnakan). Jakarta : Lentera Abadi
Didik Ahmad Supadie, 2013. ‘’Sistem Lembaga Keuangan Ekonomi Syari’ah Dalam Pemberdayaan Ekonimi Rakyat’’. Semarang: PT Pustaka Rizki Putra
Didik Ahmad Supadie, Metode Penelitian Kuantitatif, Desember 2013

Karim Adiwarman. 2008. “Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan”. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Lubis, Suharwadi K. 2000.“Hukum Ekonomi Islam”, Jakarta: Sinar Grafika
M.Abdul Mannan, 1997, Teori dan Praktek Ekonomi Islam. Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa.
Maulana 2011. “Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah (Studi Kasus Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah Pada Koprasi BMT Bintoro Madani Demak)”. Semarang: Fakulatas Agama Islam Syari’ah, UNISSULA
Miskiyatus Sariroh, 2011. “Pelaksanaan Mudharabah Di BNI Syari’ah Cabang Semarang Tahun 2009 (Studi kasusu Akad pembiayaan Mudharabah Nomor: SMS/027/2009/Mudharabah Syari’ah. Semarang: Fakultas Agama Islam, Syari’ah UNISSULA

Muhamad.  2008. “ Metodologi Penelitian Ekonomi Islam”.  Jakarta: Rajawali Pers
Muhammad, Heykal. 2012. “Tuntunan dan Aplikasi Investasi Syari’ah”, Jakarta: PT Elex Media Komputindo
Mustafa, Edwin Nasution. 2006. “Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam”.  Jakarta: Kencana
Nazir Moh, 1988, Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia
 Nurul Hak. 2011.” Ekonomi Islam: Hukum Bisnis Syari’ah”. Yogyakarta: Penerbit Teras
Quraish Shihab, Muhammad. 2013. “Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Tematik Atas Pelbagai Problem Umat. Bandung. Mizan
Rivai,Veithzal dkk. 2009. “ Ekonomi Syari’ah, konsep praktek dan penguatan kelembagaannya. Semarang: Pustaka Rizki Putra
Rivai, Veithzal. 2010. ‘’Islamic Banking: sebuah teori, konsep, dan aplikasi’’. Jakarta, Bumi Aksara
Syarif, Muhammad Chaudhry, penerjemah, Suherman Rosyidi . 2012, “Sistem Ekonomi Islam”, Jakarta: Kencana Perdana Media Group
Syafi’i Antonio, 2012. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik. Cet. Ke-19: Jakarta: Gema Insani
Zainudin Ali, 2009, Hukum Ekonomi Syari’ah, cet, ke-2, Jakarta: Sinar Grafika


Tidak ada komentar:

Posting Komentar