Selasa, 04 Juni 2013

ASPEK AQIDAH, IBADAH DAN MUAMALAH DALAM PERKAWINAN

A.    PENGANTAR


Latar Belakang

 

Perkawinan merupakan penyatuan dua insan antara pria dan wanita dalam suatu akad yang biasa dikatakan dengan kawin ataupun  nikah, nikah menurut istilah syara’ yaitu akad yang ditetapkan syara’ untuk memperbolehkan bersenang-senang antara laki-laki dengan perempuan dan menghalalkan bersenang-senang antara perempuan dengan laki-laki. Inilah definisi syara’,
Menurut Muhammad Abu Ishrah nikah yaitu akad yang memberikan faedah hukum kebolehan mengadakan hubungan keluarga (suami istri) antara pria dan wanita dan mengadakan tolong menolong, memberi batas hak bagi pemiliknya serta pemenuhan kewajiban bagi masing-masing.
Dari pengertian ini perkawinan mengandung aspek akibat hukum, melangsungkan perkawinan ialah saling mendapat hak dan kewajiban serta bertujuan mengadakan hubungan pergaulan yang dilandasi tolong menolong. Karena perkawinan termasuk pelaksanaan agama, maka didalamnya terkandung adanya tujuan / maksud mengharapkan keridhaan Allah SWT. 
Dalam perkawinan, tidak hanya menyatukan dua insan pria dan wanita untuk diperboehkannya hubungan seksual melainkan masih banyak hal yang terkandung didalamnya. Di dalam perkawinan kita akan menemukan beberapa aspek diantaranya aspek akidah dalam perkawinan, aspek ibadah dalam perkawinan dan aspek muamalah yang terdapat dalam perkawinan.
Dalam makalah ini yang kami tekankan yaitu ketiga aspek tersebut, karena ketiga aspek tersebut begitu menarik untuk di bahas dan dikaitkan dengan perkawinan, maka dari inilah kami selaku penyususn makalah memilih judul ini yaitu : Aspek Akidah, Ibadah, dan Muamalah Didalam Perkawinan.


B.     POKOK MASALAH


Dari latarbelakang diatas dapat kami tarik pokok masalah dalam pembuatan makalah ini yaitu:
1.         Bagaimana aspek Akidah dalam perkawinan ?
2.         Bagaimana aspek ibadah dalam perkawinan ?
3.         Adakah aspek muamalah dalam perkawinan ?

C.    TUJUAN PENULISAN


1.      Untuk mengetahui  aspek akidah dalam perkawinan.
2.      Untuk mengetahui aspek ibadah dalam perkawinan.
3.      Unruk mengetahui aspek muamalah dalam perkawinan.

D.    PEMBAHASAN


1.      Aspek Akidah Dalam Perkawinan


Akidah sebagai sistem kepercayaan yang bermuatan elemen-elemen dasar keyakinan, menggambarkan sumber dan hakikat keberadaan agama. Iman merupakan pancaran dari akidah, iman menurut bahasa adalah percaya, percaya terhadap risalah yang di bawa Nabi Muhammad SAW yang diberikan Allah kepada beliau. Iman yaitu pengakuan di dalam hati diucapkan dengan lisan dan di implikasikan dengan anggota badan.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Umar ibn Al-Khatab :
فأخبرني عن الإيمان. قال: "أن تؤمن بالله، وملائكته، وكتبه، ورسله، واليوم الآخر، وتؤمن بالقدر خيره وشره"
 Dari hadis ini dapat ditarik kesimpulan bahwa iman adalah membenarkan bahwa Allah adalah tuhan yang wajib kita sembah dan mempercayai bahwa adanya malaikat, kiab-kitab-Nya, para Rasul, hari akhir dan percya akan adanya kodho dan kodar baik ataupun buruk.
Menaati perintah Allah dan Rasul-Nya merupakan kewajiban kita sebagai umat Islam dan sebagai orang yang beriman, karena hanya dengna taat kepada Allah dan Rsul maka kita pasti akan terhindar dari adhab yang pedih, debaliknya kalau kita ingkar kepada Allah dan Rasul-Nya tunggulah adab yang sangat pedih. Dalam Al-Qur’an surat Ali Imran :32 Allah berfirman:
ö@è% (#qãèÏÛr& ©!$# š^qߧ9$#ur (
Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya;
Dalam perkawinan kita akan menemukan aspek akidah didalamnya, mengapa, karena dalam perkawinan terdapat syari’at Allah dan Rasul-Nya. Banyak ayat-ayat yang menyuruh unutk melakukan perkawina seperti halnya firman Allah didalam surat An-Nisa ayat 3 :

(#qßsÅ3R$$sù $tB z>$sÛ Nä3s9 z`ÏiB Ïä!$|¡ÏiY9$# 4Óo_÷WtB y]»n=èOur yì»t/âur (
Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat
Begitu juga yang terdapat dalam surat An-Nur ayat 32 :
(#qßsÅ3Rr&ur 4yJ»tƒF{$# óOä3ZÏB tûüÅsÎ=»¢Á9$#ur ô`ÏB ö/ä.ÏŠ$t6Ïã öNà6ͬ!$tBÎ)ur 4 bÎ) (#qçRqä3tƒ uä!#ts)èù ãNÎgÏYøóムª!$# `ÏB ¾Ï&Î#ôÒsù 3 ª!$#ur ììźur ÒOŠÎ=tæ ÇÌËÈ  
Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui.
Begitu banyak pula suruhan Nabi kepada umatnya untuk melakukan perkawinan. Diantaranya, seperti dalam hadis Nabi dari Abdullah Ibn Mas’ud muttafaq alaih yang berbunyi :
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنْ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
Wahai para pemuda, siapa diantaramu telah mempunyai kemampuan dari segi “al-baah” hendaklah ia kawin, Karena perkawinan itu lebih menutup mata dari penglihatan yang tidak baik dan lebih menjaga kehormatan. Bila ia tidak mampu untuk kawin hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu bagian pengekang hawa nafsu.
Perkawinan merupakan sunnah Allah dan Rasal-Nya sehingga dapat dikatakn juga bahwa perkawinan itu merupakan manisfentasi seorang hamba terhadap sayidnya dan seorang umat pada imamnya, perkawinan juga merupakan bentuk kepatuhan hamba terhadap apa yang sudah diperintahkan Allah dan Rasul-Nya walaupun ulama berbeda pendapat mengenai apakah kawin wajib dan mubah.
Dalam konteks ini yang dibahas bukan hukumnya tetapi ini adalah kepatuhan seorang hamba terhadap apa yang telah di suruh kepadanya. Dan jikalau ia melaksanakan suruhannya maka dia sudah mengamalkan apa yang dianjurkan oleh Allah dan Rasul-Nya.

2.      Aspek Ibadah Dalam Perkawinan


a.     Pengertian Ibadah Dan Pembagiannya
Ibadah pengindonesiaan dari al-ibadah,dari segi bahasa artinya pengabdian, ketaatan, menghinakan atau merendahkan diri dan do’a.
Salah satu bagian dari syarat Islam adalah ibadah. Ibadah merupakan tugas hidup manusia di dunia, karena itu manusia yang beribadah kepada Allah disebut Abdullah atau hamba Allah.Bahwa pada hakikatnya ibadah mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, sehingga ibadah bisa dibagi menjadi ibadah dalam arti khusus dan ibadah dalam arti umum.
Ibadah dalam arti khusus yaitu ibadah yang macam dan cara melaksanakannya telah ditentukan oleh syari’at (ketentuan dari Allah dan Rasulullah), bersifat mutlak manusia tidak ada wewenang, merubah, menambah, mengurangi atau membuat cara sendiri dalam beribadah. Dikenal dengan ibadah mahdah.
Ibadah dalam arti umum atau ibadah ghoiru mahdah yaitu menjalani kehidupan untuk memperoleh keridaan Allah SWT dengan mentaati syari’at-Nya. Bentuk dan macam ibadah ini tidak ditentukan secara terperinci, karena itu apa saja kegiatan seorang muslim dapat bernilai ibadah asalkan kegiatan tersebut bukan perbuatan yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya (syari’at) serta diniatkan untuk mencari ridha Allah.
b. Hubungan Antara Ibadah Dan Perkawinan
Perkawinan dalam Islam bukan semata-mata hubungan atau kontrak keperdataan biasa, tetapi mempunyai nilai ibadah, sebagaimana dalam KHI ditegaskan bahwa perkawinan merupakan akad yang sangat kuat untuk menaati perintah Allah dan pelaksanaannya merupakan ibadah sesuai dengna pasal 2 Kompilasi Hukum Islam.
Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku pada semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Perkawinan merupakan cara yang dipilih Allah sebagai jalan bagi manusia untuk beranak pinak, berkembang biak, dan melestarikan hidupnya setelah masing-masing pasangan siap melakukan perannya yang positif dalam mewujudkan tujuan perkawinan.
Allah tidak menjadikan manusia seperti makhluk lainnya yang hidup bebas mengikuti nalurinya dan berhubungan secara anarkhi tanpa aturan. Demi menjaga kehormatan dan martabat kemuliaan manusia, Allah mengadakan hukum sesuai dengan martabatnya sehingga hubungan antara laki-laki dan perempuan diatur secara terhormat dan berdasarkan rasa saling meridhai.
Dalam Al-Qur’an dinyatakan bahwa hidup berpasang-pasangan, hidup berjodoh-jodoh adalah naluri semua makhluk Allah, termasuk manusia sebagaimana firmanNya dalam surat Adz-Dzariyat ayat 49:
`ÏBur Èe@à2 >äóÓx« $oYø)n=yz Èû÷üy`÷ry ÷/ä3ª=yès9 tbr㍩.xs? ÇÍÒÈ  
Artinya :
dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah.
Dalam surat Ar-Rum ayat 21 :
ô`ÏBur ÿ¾ÏmÏG»tƒ#uä ÷br& t,n=y{ /ä3s9 ô`ÏiB öNä3Å¡àÿRr& %[`ºurør& (#þqãZä3ó¡tFÏj9 $ygøŠs9Î) Ÿ@yèy_ur Nà6uZ÷t/ Zo¨Šuq¨B ºpyJômuur 4 ¨bÎ) Îû y7Ï9ºsŒ ;M»tƒUy 5Qöqs)Ïj9 tbr㍩3xÿtGtƒ ÇËÊÈ  
Artinya :
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.
Islam mengatur manusia dalam hidup berjodoh-jodohan itu melalui jenjang perkawinan yang ketentuannya dirumuskan dalam wujud aturan-aturan yang disebut hukum perkawinan Islam.
Hukum Islam juga ditetapkan untuk kesejahteraan umat, baik secara program maupun secara bermasyarakat, baik untuk hidup di dunia ataupun di akhirat. Kesejahteraan masyarakat akan tercipta dengan terciptanya kesejahteraan yang sejahtera, karena keluarga merupakan lembaga terkecil dalam masyarakat, sehingga kesejahteraan masyarakat sngat tergantung pada kesejahteraan keluarga. Islam mengatur keluarga bukan secara garis besar, tetapi sampai terperinci. Yang demikian ini menunjukkan perhatian yang sangat besar terhadap kesejahteraan keluarga. Keluarga terbentuk melalui perkawinan, karena itu perkawinan sangat dianjurkan oleh Islam bagi yang telah mempunyai kemampuan. Tujuan itu dinyatakan baik di dalam Al-Qur’an maupun Al-Sunnah.
Dalam ajaran Islam, pernikahan, yang dipahami dari tujuan, hikmah, dan prinsip-prinsipnya tidak menitik beratkan pada kebutuhan biologis semata dan bukan sekedar tertib administrasi. Pernikahan adalah suatu ibadah, dan berarti pelaksanaan perintah syar’i, merupakan refleksi ketaatan makhluk kepada khaliknya. Bagian yang tak terpisahkan dari seluruh ajaran agama dan sama sekali bukan sekedar tertib administrative. Dalam ajaran Islam terdapat aturan yang rinci dalam perkawinan salah satunya adalah akibat yang mungkin terjadi selama dan setelah terputusnya perkawinan.
Nabi Muhammad SAW bersabda:
إذا تزوج العبد فقد استكمل نصف الدين فليتق الله في النصف الباقي
Artinya:
Apabila seorang hamba menikah, sempurnalah sebagian agamanya maka bertakwalah kepada Allah akan sebagian yang lain.
Di samping itu, pernikahan merupakan sunnah (yang dijalani) Rasulullah SAW. Sebagai umat (pengikut) Nabi yang taat, dan sepantasnya mengikuti jejak beliau. Pengingkaran terhadap sunnah menyebabkan kita terlepas dari kumpulan umat beliau.
Banyak hadis yang mengatakan hal tersebut diantaranya:
النكاح سنتي فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي
Artinya:
Nikah itu sunnahku, barang siapa yang benci terhadap sunnahku, dia bukan umatku.
Sabda Nabi yang diriwayatkan Imam Bukhori dan Imam Muslim dari Ibnu Abbas :
يَا مَعْشَر الشَّبَاب مَنْ اِسْتَطَاعَ مِنْكُمْ الْبَاءَة فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَن لِلْفَرْجِ
Hai para pemuda, barangsiapa yang telah sanggup diantaramu untuk kawin, maka kawinlah, karena sesungguhhnya kawin itu dapat mengurangi pandangan (yang liar) dan lebaih menjaga kehormatan.

Dalam Al-Qur’an dinyatakan bahwa berkeluarga itu termasuk sunnah rasul-rasul sejak dahulu sampai rasul terakhir Nabi Muhammad SAW, sebagaimana tercantum dalam surat Ar-Ra’d ayat 38 :
ôs)s9ur $uZù=yör& Wxßâ `ÏiB y7Î=ö6s% $uZù=yèy_ur öNçlm; %[`ºurør& Zp­ƒÍhèŒur 4 $tBur tb%x. @AqßtÏ9 br& uÎAù'tƒ >ptƒ$t«Î/ žwÎ) ÈbøŒÎ*Î/ «!$# 3 Èe@ä3Ï9 9@y_r& Ò>$tGÅ2 ÇÌÑÈ  
Artinya :
Dan Sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan. dan tidak ada hak bagi seorang Rasul mendatangkan sesuatu ayat (mukjizat) melainkan dengan izin Allah. bagi tiap-tiap masa ada kitab (yang tertentu).

3.      Aspek Muamalah Dalam Perkawinan


Pengertian Muamalah


Muamalah secara harfiayah berarti “pergaulan” atau hubungan antar manusia. Dalam harfiyah yang bersifat umum ini, muamalah berarti perbuatan atau pergaulan diluar ibadah. Muamalah merupakan perbuatan manusia dalam menjalin hubungan atau pergaulan antar sesama manusia.
Sesuai dengan apa yang dikemukakan, bahwa muamalah adalah hubungan antara orang satu dengan orang lain, antara individu satu dengan individu lain, yang sering kita kenal dengan sebutan hablum minan anas, begitu pula dalam perkawinan yaitu hubungna antara wanita dengan pria, individu sat dengan yang lainnya, maka dari sinilah kita akan mengetahui bahwa sanya perkawinan juga memuat aspek muamalah. Karena didalam perkawinan termuat pula unsur kerjasama dan saling berbagi.
Agama Islam mengajarkan seorang manusia yang sempurna, diciptakan dari gabungan unsur rahani, jasmani, dan ekonomi yang harus dipertimbangkan ketika hak-hak manusia disusun. Itulah sebabnya tak ada manusia yang dapat menyusun dan mengumpulkan hak-hak yang sebenarnya dan yang asli bagi suatu masyarakat, tak satu pun kecuali Allah yang Mahatinggi.  
Perkawinan adalah suatu perjanjian suci antara seorang pria dan wanita untuk membentuk  keluarga bahagia. Dari sini sudah jelas bahwa sanya perkawinan adalah suatu perjanjian. Sebagai perjanjian, ia mengandung adanya kemauan bebas antara dua pihak yang saling berjanji berdasarkan prinsip suka sama suka. Jadi, ia jauh sekali dari segala yang dapat diartikan sebagai mengandung sesuatu paksaan. Oleh karena itu baik pihak pria atau wanita yang mengikat janji dalam perkawinan mempunyai kebebasan penuh untuk menyatakan, apakah mereka bersedia atau tidak. Prjanjian itu dinyatakan dalam bentuk ijab dan Kabul yang harus diucapkan dalam satu majelis, baik langsung oleh mereka yang bersangkutan, yakni calon suami dan calon isteri, jika keduanya sepenuhnya berhak atas dirinya menurut hukum atau oleh mereka yang dikuasakan untuk itu. Kalau tidak demikian, misalnya dalam keadaan tidak waras atau masih dibawah umur, untuk mereka dapat bertindak wali-wali mereka yang sah.
Perkawinan merupakan akad yang memberikan faedah hukum kebolehan mengadakan hubungna keluarga (suami istri) antara pria dan wanita dan mengadakan tolong menolong dan member batas hak bagi pemiliknya serta pemenuhan kewajiban bagi masing-masing. Dari pengertian ini perkawinan mengandung aspek akibat hukum, melangsungkan perkawinan ialah saling mendapat hak dan kewajiban serta bertujuan mengadakan hubungan pergaulan yang dilandasi tolong menolong.

Dari sudut pandang hukum perkawinan merupakan sebuah akad kontrak, oleh karenanya ia tidak dilangsungkan tanpa persetujuan dari kedua belah pihak. Perkawinan merupakan muamalah karena dalam perkawinan terdapat akad dimana akad tersebut akan mengikat antara satu pihak dan pihak lain, dari sinilah perkawinan juga termasuk dalam muamalah yaitu hubungan antara manusia satu dengan manusia lain (khablum minannas).


E.     KESIMPULAN


Dari pembahasan makalah ini dapat kami tarik kesimpulan sebagai berikut:

1.      Dilihat dari aspek akidah bahwa sanya dalam pernikahan juga memuat aspek akidah, karena didalam pernikahan orang itu memerlukan petunjuk dari Allah dan Rasul-Nya ini dilihat dari kacamata akidah.
2.      Dilihat dari aspek ibadah bahwa seorang yang menjalankan sunnah Allsh dan Rasul-Nya merupakan suatu ibadah, dalam perkawinan banyak suruhan yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Al-Hdits sehingga orang yang menjalankan perkawinan akan dihitung ibadah.
3.      Dari aspek muamalah perkawinan merupakan perbuatan yang melibatkan dua orang sehingga perkawinan tersebut dapat dinamakan hablum minan annas, yaitu hubungan manusia dengan manusia.

Daftar Pustaka
Tihami, Sohari Sahrani, 2010, Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap, Rajawali Pers, Jakarta
Abdul Rahman Ghozali, 2010, Fiqh Munakahat, Kencana, Jakarta
Beni Ahmad Saebani, 2001, Fiqh Munakahat (Buku 1, Pustaka Setia, Bandung
Mas’adi Ghufran A, 2002, Fiqh Muamalah Kontekstual, PT Raja Grafindo, Jakarta
Amir Syarifuddin, 2011, Hukum Perkawinan Islam di Indoesia, Antara Fiqh Munakahat Dan Undang-Undang Perkawinan, Kencana, Jakarta

Abdullah Arief Cholil DKK, 2011,Studi Islam II, SA-PRESS (Sultan Agung Press), Semarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar