Kamis, 26 Juni 2014

MANAGEMEN MALU DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT DAN BERNEGARA

Melihat fenomena yang ada di Negara kita sekarang  ini sangat menyayat hati, perbuatan keji ada di mana-mana, setiap hari di media baik cetak maupun elektronik menampilkan perbuatan keji yang seakan-akan tiada henti melanda negri. Mulai dari kalangan bawah hingga kalangan atas mereka melakukan perbuatan keji dengan cara meraka masing-masing. Lihat berita yang sedang terjadi akhir-akhir ini, korupsi telah menjangkit kalangan atas, seperti halnya lembaga Negara mulai dari Legislatif, Eksekutif, dan Judikatif, ketiganya  telah mempunyai wakil-wakilnya yang terkena kasus korupsi. Ya korupsi sekarang ini menjadi berita yang paling popular, seakan tak ada henti para pemakai dasi (koruptor) yang memakan uang rakyat sendiri. Mereka (para koruptor) sudah tidak mempunyai lagi rasa malu, baik itu malu pada diri sendiri maupun pada orang lain.  
Selain para pemakai dasi perbuatan keji juga diaktori oleh kalangan  bawah, yaitu dengan melakukan perbuatan yang melanggar syari’at dan hukum Negara. Banyak kasus yang menjerat kalangan bawah, mulai dari perampokan, pembunuhan, dan kasus-kasus melawan hukum lainnya. Semuanya itu mereka lakukan dengan tanpa ada pembelajaran dan kejeraan bagi yang lain, sudah menjadi bahasan umum dan itu yang menyedihkan bahwa mereka menganggap lembaga pemasyarakatan itu bukan lembaga untuk membuat jera bagi pelaku pelanggar hukum melainkan menjadi lembaga kursus gratis bagi pelaku pemula, sebelum masuk penjara hanya bisa mencuri kambing tapi setelah masuk di penjara mereka mencuri mobil. perbuatan melawan hukum terus ada dan terus berkembang. Sehingga lembaga pemasyarakatan telah kewalahan menampung para pelanggar hukum.
Pertanyaan yang timbul dalam benak kita, kenapa terjadi seperti itu?. Kalau kita telusuri faktor kenapa semakain banyak pelaku melawan hukum, maka kita akan menemukan beberapa faktor yang melatar belakangi terjadinya pelanggaran melawan hukum diantaranya yaitu: pertama dari segi moral rakyat Indonesia yang semakin terkikis habis, kedua dari segi ekonomi juga bisa menjadi faktornya, ketiga dari segi hukum yang diterapkan di Indonesia, maksudnya dari segi hukum itu sendiri hukum di Indonesia itu belum menjerakan para pelaku pelawan hukum dan sebagainya.
Di tulisan ini kami akan membahas salah satu faktor tersebut yaitu faktor pertama dari segi moral rakyat kita. Dari segi moral rakyat Indonesia yang dulu terkenal dengan Negara yang mempunyai moral tinggi sekarang menjadi sebaliknya, mengapa itu bisa terjadi, karena masyarakat kita telah kehilangan salah satu moral yang mendasar yaitu malu. Kenapa kami mengatakan begitu coba kita ambil contoh dari para koruptor mereka sudah nyata-nyata menjadi tersangka tapi masih bisa tertawa, tersenyum dan melambaikan tangan kekamera itu contoh kecil yang bisa kita amati. Betapa rasa malu mereka sudah dikubur dalam-dalam dan dibuang jauh entah kemana. 
Malu dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan dengan “merasa hina atau rendah” sedangakan dalam bahasa Arab yaitu “khaya”. Imam Ibnul Qayyim rahimahullâh berkata, “Malu berasal dari kata hayaah (hidup), dan ada yang berpendapat bahwa malu berasal dari kata al-hayaa (hujan), tetapi makna ini tidak masyhûr. Hidup dan matinya hati seseorang sangat mempengaruhi sifat malu orang tersebut. Begitu pula dengan hilangnya rasa malu, dipengaruhi oleh kadar kematian hati dan ruh seseorang. Sehingga setiap kali hati hidup, pada saat itu pula rasa malu menjadi lebih sempurna. Al-Junaid rahimahullâh berkata, “Rasa malu yaitu melihat kenikmatan dan keteledoran sehingga menimbulkan suatu kondisi yang disebut dengan malu. Hakikat malu ialah sikap yang memotivasi untuk meninggalkan keburukan dan mencegah sikap menyia-nyiakan hak pemiliknya.”
Perhatikan sabda Nabi, dari Abu Mas’ûd ‘Uqbah bin ‘Amr al-Anshârî al-Badri radhiyallâhu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya salah satu perkara yang telah diketahui oleh manusia dari kalimat kenabian terdahulu adalah, ‘Jika engkau tidak malu, berbuatlah sesukamu.”
 Dalam ushul fiqh kata “jika engkau tidak malu berbuatlah sesukamu” merupakan amar yang berfaidah litahdid (ancaman) maksud sabda nabi itu tidaklah dibenarkan untuk orang tidak mempunyai rasa malu. Perintah ini merupakan larangan untuk tidak meninggalkan rasa malu, karena dengan meninggalkan malu maka orang akan berbuat semaunya dan tidak ada batasan dalam hal moral. Karena dengan hilangnya rasa malu juga orang akan mudah terjerumus kejurang maksiat dan pelanggaran baik itu melanggar syari’at maupun hukum Negara, mengapa demikian karena sudah tidak mempunyai tameng yang kokoh untuk melindungi diri sendiri.
 Dari sabda beliau tersebut maka kita bisa mengkorelasikan dengan masyarakat kita khususnya para pelanggar hukum. Sabda Nabi menunjukan betapa pentingnya “malu”, ya karena dengan malu maka tidak mungkin masyarakat akan melakukan perbuatan yang melanggar hukum. Coba saja kalau masyarakat kita masih malu pasti akan berfikir untuk tidak melakukan perbuatan yang tidak di benarkan syari’at dan hukum Negara. Kalau masyarakat mempunyai rasa malu maka akan melaksanakan kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya. Maka jika masyarakt kita masih mempunyai rasa malu, Negara kita akan menjadi Negara yang aman tentram dan sejahtera.
            Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara dibutuhkan moral yang baik dibutuhkan rasa malu yang utuh. Dapat kita ambil contoh dari masyarakat yang mempunyai rasa malu, misalkan saja masyarakat kita yang akan melanggar hukum atau aturan yang telah ditetapkan maka mereka akan mengatakan aku malu untuk melanggar hukum atau aturan ini. Jika masyarakat kita mempunyai rasa malu maka tidak ada  korupsi, pembunuhan, perampokan, pemerkosaan, dan sebagainya.
Selain untuk menjauhi hal-hal yang melanggar hukum, malu juga bisa mendekatkan kepada kebaikan dan keimanan kepada sang Khalik, karena malu merupakan salah satu cabang dari iman. seperti halnya sabda Nabi Muhammad
“Iman memiliki lebih dari tujuh puluh atau enam puluh cabang. Cabang yang paling tinggi adalah perkataan ‘Lâ ilâha illallâh,’ dan yang paling rendah adalah menyingkirkan duri (gangguan) dari jalan. Dan malu adalah salah satu cabang Iman.” HR.al-Bukhâri
Dari hadis ini dapat diambil ibrah, bahwasanya malu sangatlah mempunyai kedudukan yang amat penting dalam kehidupan beragama, bermasyarakat dan bernegara. Karena dalam kehidupan beragama jika tidak mempunyai rasa malu maka akan menimbulkan sesuatu yang merugikan agama itu sendiri dan juga jika rasa malu tidak terdapat dalam bermasyarakat maka akan meresahkan masyarakat dan juga meresahkan Negara. Dari sinilah dapat kita pahami hadis ini sesuai dengan kebutuhan malu kita dan bagaimana kita menerapkan malu kita dalam beragama, bermasyarakat dan bernegara.
Dalam salah satu riwayat nabi pernah bersabda “Malu itu tidak mendatangkan sesuatu melainkan kebaikan.” (Muttafaq ‘alaihi) dalam riwayat Muslim “Malu itu kebaikan seluruhnya.” Hadis ini menunjukan bahwa ketika kita masih memiliki rasa malu maka kita akan mendapatkan kebaikan baik berupa kebaikan di dunia maupun kebaikan di akhirat.
Tetapi jangan sekali-kali kalua kita akan melakukan perbuatan yang baik kita megatakan aku malu maka malu seperti inilah tidak dibenarkan. Di antara sifat malu yang tercela adalah malu untuk menuntut ilmu syar’i, malu mengaji, malu membaca Alqur-an, malu melakukan amar ma’ruf nahi munkar yang menjadi kewajiban seorang Muslim, malu untuk shalat berjama’ah di masjid bersama kaum muslimin, malu memakai busana Muslimah yang syar’i, malu mencari nafkah yang halal untuk keluarganya bagi laki-laki, dan yang semisalnya. Sifat malu seperti ini tercela karena akan menghalanginya memperoleh kebaikan yang sangat besar.
            Imam Ibnu Hibban al-Busti rahimahullaah berkata, “Wajib bagi orang yang berakal untuk bersikap malu terhadap sesama manusia. Diantara berkah yang mulia yang didapat dari membiasakan diri bersikap malu adalah akan terbiasa berperilaku terpuji dan menjauhi perilaku tercela. Disamping itu berkah yang lain adalah selamat dari api Neraka, yakni dengan cara senantiasa malu saat hendak mengerjakan sesuatu yang dilarang Allah. Karena, manusia memiliki tabiat baik dan buruk saat bermuamalah dengan Allah dan saat berhubungan sosial dengan orang lain.  Bila rasa malunya lebih dominan, maka kuat pula perilaku baiknya, sedang perilaku jeleknya melemah. Saat sikap malu melemah, maka sikap buruknya menguat dan kebaikannya meredup.
Beliau melanjutkan, “Sesungguhnya seseorang apabila bertambah kuat rasa malunya maka ia akan melindungi kehormatannya, mengubur dalam-dalam kejelekannya, dan menyebarkan kebaikan-kebaikannya. Siapa yang hilang rasa malunya, pasti hilang pula kebahagiaannya; siapa yang hilang kebahagiaannya, pasti akan hina dan dibenci oleh manusia; siapa yang dibenci manusia pasti ia akan disakiti; siapa yang disakiti pasti akan bersedih; siapa yang bersedih pasti memikirkannya; siapa yang pikirannya tertimpa ujian, maka sebagian besar ucapannya menjadi dosa baginya dan tidak mendatangkan pahala. Tidak ada obat bagi orang yang tidak memiliki rasa malu; tidak ada rasa malu bagi orang yang tidak memiliki sifat setia; dan tidak ada kesetiaan bagi orang yang tidak memiliki kawan. Siapa yang sedikit rasa malunya, ia akan berbuat sekehendaknya dan berucap apa saja yang disukainya.”

Dari urain tulisan ini kiranya kita semua bisa mengambil sedikit pelajaran tentang bagaimana seharusnya kita mengelola (memanag) rasa malu kita supaya dengan rasa malu yang kita miliki bisa membawa kita menjadi hamba-hamba yang lebih taat dan menjadikan kita warga Negara yang terhormat. Malu juga harus ditempatkan pada tempat yang tepat, maksud dari tempat yang tepat yaitu ketika kita melakukan perbuatan-perbuatan yang tercela maka kita harus malu karena melakukannya. Dan jangan sekali-kali malu dalam hal kebaikan karena malu dalam melakukan kebaikan tidak akan mengutungkan melainkan membuat kerugian bagi  diri kita sendiri. Dan dari inilah apakah kita semua akan membiarkan rasa malu kita hilang? Ataukah kita masih menginginkan Negara kita menjadi Negara yang tak karuan seperti halnya sekarang? Mungkinkah kita masih akan terus malu dalam hal kebaikan? Hanya Allah lah yang tau

Tidak ada komentar:

Posting Komentar