A.
Latar
Belakang Masalah
Pada Desember tahun ini pasar bebas kawasan Asia
Tenggara akan di buka, kerjasama ini
bertujuan agar terciptanya aliran bebas barang, jasa, dan tenaga kerja
terlatih, serta aliran investasi yang lebih bebas, khususnya negara-negara yang
tergabung dalam ASEAN. Indonesia merupakan anggota dari organisasi geo-politik
tersebut. Sebagai salah satu anggota maka Indonesia berkewajiban untuk mentaati
semua kebijakan yang telah disepakati yaitu untuk membebaskan semua aliran
barang, jasa, dan tenaga kerja.
Sebagai negara yang telah bergabung dalam MEA, maka
wajib bagi negara untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusia yang memadai
serta berani bersaing di pasar bebas ASEAN 2015. Dalam hal ini maka di butuhkan
sumber daya manusia yang handal dan bisa bersaing dengan negara-negara ASEAN.
ASEAN merupakan sebuah organisasi geo-poitik dan
ekonomi dari kawasan Asia Tenggara yang didirikan pada 8 Agustus 1967 di
Bangkok Thailand. Di dirikan oleh beberapa negara Asia Tenggara di antaranya
yaitu: Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Di dirikannya
ASEAN ini bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial,
dan pengembangan kebudayaan negara-negara anggota, serta memajukan perdamaian
di tingkat regional/kawasan.[1]
Dalam menyiapkan sumber daya manusia untuk
menghadapi MEA/pasar bebas kawasan Asia Tenggara maka kita memerlukan
leadership/kepemimpinan yang bisa mengantarkan yang di pimpin menjadi sumber
daya yang mempunyai kesiapan dan berani berkompetinsi dengan yang lainnya.
Dalam pandangan kepemimpinan Islam (Islamic
Leadership) tidak akan lepas dari nilai-nilai yang terkandung dalam al-Qur’ān dan as-Sunnah, semuanya harus mengikuti apa yang telah termaktub baik
itu tersurat maupun tersirat, dari sinilah kiranya dapat di cari bagaimana
kesiapan mahasiswa menghadapi MEA dalam perspektif Islamic Leadership.
B.
Pokok
Masalah
Dari uraian latar belakang di atas maka kiranya
pemakalah dapat merumuskan beberapa pokok masalah yang berkaitan dengan makalah
ini di antaranya yaitu:
1. Apa yang di maksud dengan
MEA (Masyarakat ekonomi asean)?
2. Bagaimana cara Mahasiswa
dalam menghadapi MEA perspektif Islamic Leadership?
C.
Pembahasan
1.
Masyarakat
Ekonomi Asean 2015 / Asean Ekonomic
Community
Sebelum diuraikan tentang MEA (Masyarakat Ekonomi
Asean) makaa hendaknya terlebih dahulu di uaraikan tentang ASEAN (Association Of Southeast Asian Nations). Di
awal pembentukannya pada 1967, ASEAN lebih ditujukan pada kerjasama yang
berorientasi politik guna mencapai kedamaian dan keamanan di kaewasan Asia
Tenggara. Dimulai dari lima negara pendiri.[2] ASEAN merupakan sebuah organisasi geo-poitik
dan ekonomi dari kawasan Asia Tenggara yang didirikan pada 8 Agustus 1967 di
Bangkok Thailand. Di dirikan oleh beberapa negara Asia Tenggara di antaranya
yaitu: Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Di dirikannya
ASEAN, bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan
pengembangan kebudayaan negara-negara anggota, serta memajukan perdamaian di
tingkat regional/kawasan.[3]
Selang beberapa tahun barulah negara-negara yang ada
dikawasan Asia Tenggara mulai bergabung diantaranya yaitu 7 januari 1984 Brunei
Darussalam, vietnam 28 Juli 1995, Laos 23 1997, Myanmar 23 Juli 1997, Kamboja
16 Desember 1998, dan sampai saat ini, anggota ASEAN hampir semua Negara di
Asia Tenggara.[4]
Dengan berjalannya waktu dan dalam rangka menghadapi
berbagai tantangan kerjasama regional termasuk krisis ekonomi di tahun 1997
para pemimpin negara ASEAN kembali memformulasikan “ASEAN vision 2020” di Kuala Lumpur pada 15 Desember 1997 yang menjadi
tujuan jangka panjang ASEAN yaitu: “as a
concert of Southeast Asian Nations outward looking, living in peace, stability
and prosperity, bonded together in paartnership in dnamic devlopment and in a
commnity of caring societies. Rencana jangka panjang pembentukan komunitas
ASEAN itu terdiri dari tiga pilar yaitu ASEAN Economic Community (AEC atau Masyarakat Ekonomi ASEAN-ME), ASEAN Security Community (ASC), dan ASEAN Socio-cultural Community (ASCC).[5]
Dari sisi kerja sama ekonomi, visi tersebut
diwujudkan melalui strategi pengembangan ekonomi yang sejalan dengan bangsa,
dengan tujuan utama mencapai pertumbuhan ekonomi berkesinambungan dan merata,
serta mendukung ketahanan negara anggota maupun kawasan.[6]
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic Community (AEC) merupakan
konsep yang mulai digunakan dalam Declaration
of ASEAN Concord II (Bali Concord II), Bali, Oktober 2003. MEA
adalah salah satu pilar perwujudan ASEAN Vision,
bersama-sama dengan ASEAN Economic
Community (AEC atau Masyarakat Ekonomi ASEAN-ME), ASEAN Security Community (ASC), dan ASEAN Socio-cultural Community (ASCC). MEA
adalah tujuan akhir ekonomi seperti di canangkan dalam ASEAN Vision 2020. Langakah untuk memperkuat
kerangka kerja MEA bergulir di 2006 antara lain dengan formulasi blue Print atau cetak biru yang berisi
target dan waktu penyampain MEA dengan jelas. Mempertimbangkan keuntungan dan
kepentingan ASEAN untuk menghadapi daya
saing global diputuskan untuk mempercepat pembentukan MEA dari 2020
menjadi 2015 (12 ASEAN Summit, Januari
2007).[7]
Melalui cetak biru (blue print) MEA, ASEAN telah melakukan berbagai pembangunan antara
lain: pembangunan fasilitas perdagangan pada sektor informasi, teknologi, dan
transportasi, pengimplementasisan ASEAN Single
Window di masing-masing negara, harmonisasi kebijakan seperti adanya
standar atau sertifikasi produk buatan ASEAN dengan MRA (Mutual Recognition Arrangement).[8]
Ada 4 pilar terpenting untuk mewujudkan MEA 2015, 4
pilar tersebut yang telah disepakati oleh Para Pemimpin ASEAN adalah sebagai
berikut:
1. Pasar tunggal dan
basis produksi
2. Kawasan ekonomi
berdaya saing tinggi
3. Kawasan dengan
pembangunan ekonomi yang setara dan
4. Kawasan yang
terintegrasi penuh dengan ekonomi global.[9]
Pencapaian MEA melalui penciptaan pasar tunggal dan
kesatuan basis produksi, ditunjukan sebagai upaya perluasan melalui integrasi
regional untuk mencapai skala ekonomis yang optimal. Langkah-langkah integrasi
tersebut (proses liberalisasi dan penguatan internal ASEAN) menjadi strategi
mencapai daya saing yang tangguh dan di sisi lain akan berkontribusi positif
bagi masyarakat ASEAN secara keseluruhan maupun individual negara anggota.
Pembentukan MEA juga menjadikan posisi ASEAN semakin kuat dalam menghadapi
negoisasi internasional.[10]
Sebagai pasar tunggal dan basis produksi ASEAN
memiliki 5 elemen utama yaitu:
a. Aliran bebas barang
b. Aliran bebas jasa
c. Aliran bebas
investasi
d. Aliran modal yang
lebih bebas
e. Aliran bebas tenaga
kerja terampil.
Untuk mewujudkan kawasan ekonomi yang berdaya saing
tinggi maka di perlukan beberapa elemen penunjang untuk mencapai itu semua,
elemen-elemen tersebut yaitu:
a. Kebijakan persaingan
usaha,
b. Perlindungan konsumen
c. Hak atas kekayaan
intelektual,
d. Pembangunan
infrastruktur,
e. Perpajakan dan
f.
E-commerce.
Tujuan utama persaingan usaha adalah memperkuat
persaingan yang sehat sehingga dalam melakukan usaha akan menjaga mutu dan
kualitas produk yang di pasarkan. Dan dalam mewujudkan persaingan usaha yang
sehat, instusi dan perundang-undangan yang terkait dengan kebijakan persaingan
usaha telah terbentuk dibeberapa negara ASEAN, yaitu Indonesia, Singapura,
Thailand, dan Viet-Nam.[11]
Untuk mewujudkan kawasan dengan pembangunan ekonomi
yang setara maka di perlukan pembangunan UKM dan prakrasa bagi intergrasi ASEAN
dalam mewujudkan kesamarataan ekonominya.
Yang di perlukan dalam integrasi penuh dengan
ekonomi global adalah dengan pendekataan koheren terhadap hubungan ekonomi
eksternal, prastisipasi yang erus meningkat dalam jaminan suplai global. Itulah
kiranya 4 pilar terpenting yang telah disepakati oleh pemimpin ASEAN dalam
menjalankan MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015).
2.
Kesiapan
Mahasiswa dalam menghadapi MEA perspektif Islamic
Leadership
Dalam menghadapi MEA maka di butuhkan sumber daya
manusia yang terampil juga terdidik, karena sumber daya manusisa merupakan
faktor produksi yang sangat penting. Sumber daya manusisa adalah penduduk yang
siap mau dan mampu memberi sumbangan terhadap usaha pencapaian tujuan
organisasi. Mahasiswa merupakan Sumber
Daya Manusia (SDM) yang unggul dan harus mempunyai kelebihan dari pada yang
lainnya.[12]
Dari sebuah data jumlah mahasiswa Indonesia saat ini
4,8 juta orang, dan jika dihitung terhadap populasi penduduk berusisa 19-24
tahun, maka angka partisipasi kasar (APK) perguruan tinggi yaitu 18,4 %,
berarti ada lebih dari 81,6% anak usia 19-24 tahun tidak mengalami kesempatan
untuk mengenyam pendidikan di perguruan tinggi/kuliah.[13]
Mahasiswa sudah seharusnya dapat berperan dan menjadi
garda dalam pembangunan bangsa. Peran mahasiswa dalam pembangunan bangsa yaitu
:
Pertama sebagai kontrol sosial, mahasiswa dapat
menjadi kontrol bagi berjalannya pemerintahan. Baik dalam pembuatan kebijakan
maupun peraturan yang dilakukan oleh pemerintah. Mahasiswa juga bisa sebagai
penyalur aspirasi masyarakat kepada pemerintah.
Kedua sebagai bagian dari perubahan, sebagai kaum
intelektual peranan mahasiswa sangat dibutuhkan dan penting dalam perubahan
bangsa. Mahasiswa dapat merealisasikan teori yang di pelajarinya di kampus,
terhadap masalah yang terjadi di masyarakat. Mahasiswa juga harus berpikir
kritis dalam menyelesaikan masalah yang ada di masyarakat dan memberikan
solusi. Selain itu mahasiswa sebagai kaum intelektual adalah generasi penerus
bangsa untuk meneruskan dan menggantikan generasi sebelumnya untuk melakukan
perubahan bangsa ke arah yang lebih baik dan maju.
Ketiga sebagai iron stock, yaitu mahasiswa sebagai
penerus atau aset cadangan bangsa untuk melakukan perubahan. Selain itu
mahasiswa adalah harapan bangsa untuk meneruskan perjuangan di masa depan.[14]
ASEAN Community menuntut
sumber daya manusia untuk siap bertarung dengan SDM negara ASEAN lainnya,
pertarungan ini hanya bisa menang dan dimenangkan oleh mereka yang mengenyam
pendidikan lebih lama dan lebih tinggi serta berkualitas. MEA memberi kesempatan seluas-luasnya bagi warga negara
ASEAN untuk mendapatkan pekerjaan tanpa adanya hambatan di negara yang dituju,
akan tetapi AEC blue print membatasi hanya tenaga kerja yang terampil.
Perspektif Islamic leadership
Tanggung jawab manusia merupakan sebagian dari
sunnatullah atau ketentuan Allah. Karena
kadar dan keinginan manusisa itu berbeda maka pada setiap kelompok dan kurun
Allah menurunkan seorang yang dapat membimbing yang biasa di sebut pemimpin.
Karena semua manusia adalah pemimpin.[15]
Islamic leadership kepemimpinan Islam berpijak pada landasan yang sangat
kuat dan kokoh yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah, menurut Al Farabi pemimpin di
ibaratkan seperti hati yang ada pada diri manusia dan menjadi penentu dalam
segala aktifitasnya. Berbeda dengan Al Farabi, Al Aqqad memaknai pemimpin
sebagai orang yang memimpin manusia di dalam menegakan hukum syarak.Pada prinsipnya
Islamic leadership bertumpu pada
nilai-niilai yang terdapat pada pedoman utama umat Islam yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah.
Dalam menghadapi MEA maka kita sebagai calon pemimpin
harus mengetahui cara untuk menghadapi pasar global dasar bebas dengan cara
pandang kepemimpinan Islam.
D. kesimpulan
Dari urain yang telah pemakalah sampaikan maka
kiranya pemakalah akan memberikan kesimpulan sebagai berikut:
1. dalam menghadapi MEA
2015 maka kita harus benar-benar mempersiapkan ketrampilan dan inofasi baru
dalam bidang usaha, menghadapi MEA tak perlu khawatir tetapi anggaplah ini
sebagai tantangan utuk kita semua dalam menghadapi pasar bebas dan persaingan
global.
2. Di lihat dari sudut
pandang/perspektif kepemimpinan Islam maka cara menghadapi MEA ini harus dengan
penuh tanggung jawab dan dilandasi dengan nilai-nilai yang terdapat dal al-Qur’an dan as-Sunnah.
Daftar
Pustaka
Ali Muhammad Taufiq, 2004, Praktik Manajemen Berbasis Al-Qur’an, cet 1, Gema Insani Press,
Jakarta
Didik
Ahmad Supadie, 06 desember 2014Peran Dan
Kesiapan Mahasiswa Menghadapi Mea 2015, seminar BEM FAI UNISSULA,
Didiek
Ahmad Supadie,2011, Pengelolaan Sumber
Daya Ekonomi Secara Islami, cet pertama, Unissula Press, Semarang,
R. Winantyo
dkk, 2008,Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)
2015 Memperkuat Sinergi ASEAN di tengah
kompetisi global, PT Elex Media Komputindo, Jakarta
Vaitzhal
Riva’i dkk, 2009, Ekonomi Syari’ah,
Konsep, Praktek dan Penguatan Kelembagaannya, Pustaka Rizki Putra, Semarang
id.wikipedia.org, di akses pada pukul 22:45 hari Rabu
www.academia.edu, di akses pada hari jum’at 9 januari 2015, pukul 13:39
[1] Didik
Ahmad Supadie, Peran Dan Kesiapan
Mahasiswa Menghadapi Mea 2015, seminar BEM FAI UNISSULA, 06 desember 2014
[2] R. Winantyo dkk, Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015
Memperkuat Sinergi ASEAN di tengah
kompetisi global, PT Elex Media Komputindo, Jakarta, 2008, hlm. 1
[5] R.
Winantyo dkk, Op, Cit, hlm. 2
[6] Ibid, hlm 3
[7] Ibid, hlm 9
[8] Didiek
Ahmad Supadie, Op, Cit
[9] Ibid
[10] R.
Winantyo dkk, Op, Cit, hlm.9
[12] Didiek
Ahmad Supadie, Pengelolaan Sumber Daya
Ekonomi Secara Islami, cet pertama, Unissula Press, Semarang, 2011, hlm.28
[13] Didiek
Ahmad Supadie, loc,
cit
[15] Ali Muhammad Taufiq, Praktik Manajemen Berbasis Al-Qur’an, cet
1, Gema Insani Press, Jakarta, 2004, hlm,35
Tidak ada komentar:
Posting Komentar