BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam merupakan agama yang bersifat universal
serta dapat memberikan tuntunan dan panduan bagi kehidupan umat manusia. Kita
dapat melihat peranan positif yang dibawa oleh Islam di masa kejayaannya dahulu
dengan melihat perkembangan peradaban umat manusia. Sebagai suatu ajaran, Islam
merupakan suatu sistem kehidupan yang seharusnya dijalankan oleh manusia selaku
khalifah Allah Swt., dimuka bumi ini.[1]
Manusia diciptakan Allah sebagai makhluk
paling sempurna diantara yang lain, manuisa diberikan akal supaya manusia bisa
membedakan antara baik dan benar, antara khak dan batil. Sebagai makhluk paling
sempurna, Allah telah meberikan sebuah amanah kepada manusia yaitu sebagai
khalifah Allah di muka bumi. Sebagaimana firman-Nya dalam al-Qur’an surat
al-Baqarah:30
Artinya:
… "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi…"(QS. al-Baqarah:30)[2]
Kata khalifah berakar dari kata khalafa
yang berarti mengganti. Kata khalifah secara harfiah berarti pengganti.
Akar katanya adalah خلف artinya sesuatu yang ada dibelakang. Khalifah
diartikan pengganti, karena ia menggantikan yang didepannya. Di dalam bahasa
Arab, kalimat “Allah menjadi khalifah bagimu” berarti Allah menjadi
pengganti bagimu dari orang tuamu yang meninggal. Allah menjadikan manusia
sebagai khalifah di bumi berarti Allah menyerahkan pengelolaan dan pemakmuran
bumi bukan secara mutlak kepada manusia. Kedudukan manusia sebagai khalifah
dengan arti ini dinyatakan Allah didalam surat al-Baqarah/2:30 dimana Allah
menjadikan Bani Adam sebagai khalifah di bumi.[3]
Islam
memandang bahwa bumi dan segala isinya merupakan amanah dari Allah kepada
manusia sebagai khalifah dimuka bumi ini untuk digunakan bagi kesejahteraan
umat manusia. Sebagaimana yang tertuang dalam al-Qur’an surat Hud ayat
61 sebagai berikut:
u
Artinya:
Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu
pemakmurnya.”(Q.S. Hud 11:61)[4]
Untuk mencapai tujuan yang suci ini Allah
tidak meninggalkan manusia sendirian, tetapi diberikannya petunjuk melalui para
Rasul-Nya. Dimana setiap Rasul itu telah
membawa ajaran agama, mulai dari Rasul pertama sampai terahir yaitu
Rasulullah Muhammad saw; dengan agama Islam, dimana agama Islam adalah agama
yang paling sempurana diantara yang lain. Kesempurnaan Islam bukan merupakan
klaim dari pemeluk agama Islam itu sendiri melainkan dengan terang dan gamblang
diproklamirkan oleh Tuhan sendiri melalui wahyu yang terahir yaitu.[5]
Artinya:
…pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah
Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu… (Q.S. al-Maidah 5:3).[6]
Islam datang
untuk menyempurnakan agama-agama yang
terdahulu. Sebgai agama yang semuprna Islam telah dibekali Allah dengan kitab al-Qur’an yang di
sucikan, selain al-Qur’an ada juga as-Sunnah yang merupakan
sumber tuntunan hidup bagi kaum muslimin untuk menapaki kehidupan fana di dunia
ini dalam rangka menuju kehidupan yang kekal di akhirat nanti.[7]
Al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai penuntun
memiliki penjelas dan daya jangkau serta
daya atur yang universal. Artinya, meliputi segenap aspek kehidupan umat
manusia dan selalu ideal untuk masa lalu, kini, dan yang akan datang.
Sebagaimana firman Allah QS. an-Nahl :89
Artinya:
dan Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk menjelaskan
segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang
berserah diri. (QS. an-Nahl :89).[8]
Dalam
petunjuk ini Allah memberikan segala sesuatu yang dibutuhkan manusia, baik
aqidah, akhlak, maupun syari’at Islam. Aqidah dan akhlak sifatnya konstan dan
tidak mengalami perubahan dengan berbedanya waktu dan tempat. Adapun syariah
senantiasa berubah sesuai dengan kebutuhan dan taraf peradaban umat, di mana
seorang Rasul diutus.[9]
Hal ini diungkapkan dalam al-Qur’an,
!9e
Artinya;
…untuk tiap-tiap umat di antara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang
terang…(al-Maidah:48)[10]
Kenyataan
ini diungkapkan oleh Rasulullah SAW dalam suatu hadis yang maknanya: saya dan
rasul-rasul yang lain tak ubahnya bagaikan saudara sepupu, syariat mereka
banyak tetapi agama (aqidah)-nya satu (yaitu mentauhidkan Allah).[11]
Ajaran Islam
tidak hanya dibatasi dengan kegiatan ritual belaka, akan tetapi seluruh roda
kehidupan umat manusia, termasuk dalam menjalankan kegiatan muamalah haruslah
sesuai dengan syari’ah Islam. Seperti diketahui bahwa cakupan ajaran Islam itu
pada dasarnya meliputi:[12]
Akidah (dari
bahasa Arab ‘aqidah) berasal dari ‘aqada secara bahasa punya arti mengikat,
membuhul, mensimpulkan, mengokohkan. Akidah adalah keyakinan keagamaan yang
dianut oleh sesorang dan menjadi landasan segala bentuk aktivitas, sikap,
pandangan dan pegangan hidupnya. Istilah tersebut identik dengan iman
(kepercayaan, keyakinan).”[13]
Akhlak,
dalam kamus bahasa Indonesia, kata akhlak diartikan sebagai budi perketi
atau kelakuan. Kata akhlak walaupun terambil dari bahasa Arab (yang yang
biasa berartikan tabiat, perangai, kebiasaan, bahkan agama), kata
seperti itu tidak terdapat dalam al-Qur’an.[14]
Akhlak adalah tingkah laku manusia yang dilakukan dengan sengaja, tidak
dibuat-buat, dan telah menjadi kebiasaan.[15]
Akhlak dalam ajaran agama tidak dapat disamakan dengan etika, karena akhlak
mencakup berbagai aspek, dimulaai dari akhlak terhadap Allah, hingga kepada
sesama makhluk dimuka bumi.[16]
Syari’ah di
Indonesia-kan menjadi syariat, dari segi bahasa berarti jalan yang lurus, juga
berarti sumber air yang mengalir. Dalam arti terminology syari’at adalah
ketentuan yang ditetapkan Allah untuk hamba-Nya dengan perantaraan Rasul-Nya
agar diamalkan dengan penuh keimanan. Baik ketentuan itu terpaut dengan akidah,
amaliah maupun akhlak.[17]
Syari’ah
Islam merangkum seluruh aspek kehidupan, baik ritual (ibadah) maupun sosial
(muamalah). Ibadah diperlukan untuk menjaga ketaatan dan keharmonisan hubungan
manusia dengan khaliq-Nya.[18]
Sedangkan muamalah adalah bagian ajaran Islam yang mengatur hubungan antara
seseorang dengan orang lain dalam kehidupan bermasyarakat.[19]
Di antaranya politik, pendidikan, ekonomi dan hal lain yang masih dalam ruang
lingkup interaksi antara masyarakat.
Dalam muamalah
dapat kita temukan interaksi antara manusia yang biasa kita sebut ekonomi.
dalam bidang ekonomi terdapat dua sistem yang sekarang menguasai dunia yaitu:
ekonomi konvensional dan ekonomi Islam.
Ekonomi
konvensional kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh individu manusia biasanya
diarahkan dalam rangka memenuhi keinginan manusia yang tidak terbatas yang
dihambat dengan faktor-faktor produksi yang terbatas.
Ekonomi
Islam secara garis besar dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Allah adalah pemilik mutlak sumber daya atau faktor produksi.
2. Hak individu terhadap pemilikan kekayaan diakui namun bukan bebas secara
mutlak.
3. Tidak dibolehkan untuk mengejar keuntungan pribadi bila hal itu
merugikan orang lain atau merusak alam.
4. Motivasi pelaku ekonomi untuk mendapatkan laba bukan hanya laba dunia,
melainkan juga laba akhirat.
5. Aktivitas ekonomi dinilai sebagai kebajikan atau amal ibadah kepada
Allah[20]
Menurut
Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah Bab I pasal 1 bahwa yang dimaksud dengan
ekonomi Islam adalah usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh orang perorang,
badan usaha yang berbadan hukum atau tidak berbadan hukum dalam rangka memenuhi
kebutuhan yang bersifat komersial dan tidak komersial menurut prinsip syari’ah.[21]
Sedangkan
menurut Zadjuli yang dikutip dari buku Didik Ahmad Supadi menjelaskan bahwa
ekonomi Islam adalah penerapan ilmu ekonomi dalam praktik kehidupan sehari-hari
bagi individu, keluarga, kelompok masyarakat maupun pemerintah/ pengusaha dalam
mengorganisir dalam faktor produksi, distribusi dan pemanfaatan barang dan jasa
yang dihasilkan tunduk dalam peraturan perundangan Islam (sunnatullah).[22]
Dalam bidang
ekonomi terdapat larangan-larangan yang sudah tercantum dalam Al-Qur’an,
seperti halnya larangan riba, larangan memanipulasi timbangan, larangan
menimbun harta untuk keuntungan pribadi, perjudian, dan transaksi yang bersifat
tipuan garar serta adanya prinsip transaksi sukarela.
Contohnya
larangan riba, dalam al-Qur’an larangan riba diturunkan secara bertahap, hal
ini memang salah satu karakteristik al-Qur’an dalam memberlakukan hukum,
adalah menggunakan pendekatan berangsur-angsur atau bertahap (at-tadrij fi
at-tasyri’). Ayat al-Qur’an tentang pelarangan riba dimaksud adalah surat ar-Rum
(30):39, surat an-Nisa (4):160-161, surat Ali ‘Imran (3):130, dan
surat al-Baqarah (2):275-280. Urutan ayat al-Qur’an tetang pelarangan
riba tersebut mengacu tafsir al-Maragi dan as-sabuni. (Shihab,
1992:260). Riba yang dibicarakan dalam surat ar-Rum, pelarangannya belum
sekeras larangan riba di ayat lain.[23]
Baru dalam
surat al-Baqarah Allah melarang riba dengan jelas dan gamblang yaitu
pada ayat 278-279:
Aritnya:
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
tinggalkan sisa Riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.(279). Maka jika
kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka ketahuilah, bahwa Allah
dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan
riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak Menganiaya dan tidak (pula)
dianiaya. (al-Baqarah: 278-279).[24]
Dalam menjalankan perekonomian pasti tidak akan lepas dengan lembaga
keuangan yang disebut dengan Bank. Dalam perkembangannya Bank juga bisa
dibedakan menjadi dua yaitu Bank konvensional dan Bank Islam (syari’ah).[25]
Bank
konvensional yaitu sebuah lembaga keuangan yang fungsi utamanya menghimpun dana untuk
disalurkan kepada yang memerlukan dana, baik perorangan atau badan usaha guna
investasi dalam usaha-usaha yang produktif dan lain-lain dengan sistem bunga.
Sistem bunga merupakan sistem yang di gunakan oleh bank konvensional.[26]
Bank Islam, ialah sebuah lembaga keuangan yang menjalankan operasionalnya
menurut hukum syariat Islam. Sudah tentu Bank Islam tidak memakai sistem bunga,
sebab bunga dilarang oleh Islam.[27]
Sebagai lembaga keuangan yang tidak menggunakan sistem ribawi, maka bank
Islam mempunyai prinsip-prinsip yang luwes (mugayyarat) yaitu
instrument-instrumen untuk melaksanakan prinsip yang tetap sesuai dengan
situasi dan kondisi setempat, yang dimungkinkan adanya pengembangan dan teknik
penerapan. Misalnya pembiayaan dengan model mudharabah yaitu bagi hasil
misalnya menggunakan nisbah 50%:50% atau 60%:40% atau 70%:30%, atau pembiayaan
model musyarakah dengan kesepakan nisbah 50%:50%, yang semua itu
mendasarkan pada prinsip-prinsip tidak mengandung riba serta prinsip transaksi
saling rela (‘an taradhin) yang merupakan prinsip permanen.[28]
Bank Muamalat merupakan bank syari’ah pertama di Indonesia, dewasa ini
perkembangannya sangatlah pesat maka dari itu penyusun akan meneliti bank Muamalat yang ada di Kota Semarang.
Sebagai bank yang oprasionalnya menggunakan sistem syari’ah bank Muamalat kota
Semarang mempunyai beberapa produk yang menjadi cirri dari bank syari’ah dan di
antaranya yaitu akad Mudharabah.
Tidak dapat di pungkiri, bahwa akad pembiayaan mudharabah adalah
akad yang rentan akan resiko. Dimana sahibul mal, dalam hal ini adalah
pihak bank Muamalat kota Semarang, sebagai pihak yang akan menanggung resiko
yang mungkin terjadi. Karena produk pembiayaan mudharabah memerlukan
masyarakat yang jujur serta amanah dalam menjalankan produk mudharabah.
Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya.”(Q.S. Hud 11:61)[4]
…pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu… (Q.S. al-Maidah 5:3).[6]
dan Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. (QS. an-Nahl :89).[8]
…untuk tiap-tiap umat di antara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang…(al-Maidah:48)[10]
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa Riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.(279). Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. (al-Baqarah: 278-279).[24]
B.
Pokok Masalah
Dari latar belakang yang telah penyusun sampaikan kiranya penyusun dapat
merumuskan pokok maslah sebagai berikut:
1. Apakah pelaksanaan mudharabah di bank Muamalat kota semarang sesuai
dengan ketentuan syari’ah?
2. Bagaimana ketentuan sebagai mudharib (pengelola) dalam pelaksanaan akad
mudharabah di Bank Muamalat kota Semarang?
C.
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pelaksanaan mudharabah di bank Muamalat kota semarang
2. Guna memahami ketentuan sebagai pengelola (mudharib) dalam
pelaksanaan akad mudharabah di bank Muamalat kota Semarang
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Kajian Teoritis
1.
Pengertian pembiayaan
Pembiayaan
atau financing, yaitu pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada
pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan
sendiri ataupun lembaga. Dengan kata lain , pembiayaan adalah pendanaan yang
dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan.
Pembiayaan
adalah penyediaan dana oleh pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat melalui
lembaga keuangan bank, lembaga keungan bukan bank, atau lembaga lain.[29] Pengertian ini dapat di artikan bahwa
sesungguhnya yang dimaksud pembiayaan adalah peminjaman modal untuk kegiatan
usaha.
2.
Bagi Hasil
Bagi hasil
adalah bentuk retrun (perolehan aktivitas usaha) dari kontrak investasi,
dari waktu ke waktu, tidak pasti dan tidak tetap. Besar kecilnya perolehan
kembali itu tergantung pada hasil usaha yang benar-benar diperoleh.
3.
Pengertian Mudharabah
Mudharabah,
dari kata daraba secara bahasa artinya memukul, berjalan.
Sedangakan menurut istilah mudharabah yaitu akad kerjasama antara pemilik modal
dan pelaku usaha, yang mana pemilik modal dinamakan sahibul mal dan
pelaku usaha dinamakan mudharib.[30]
Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua
pihak. Dimana pihak pertama (sahibul mal) menyediakan dana seluruhnya
(100%), sedangkan pihak lainnya yang menjadi
pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi sesuai
kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangakan apabila rugi ditanggung
oleh pemilik modal (sahibul mal) selama kerugian itu bukan akibat
kelalaian pengelola, seandainya kerugian diakibatkan karena kecurangan
pengelola, maka pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.[31]
Akad mudharabah
menurut UU No. 21 Tahun 2008 merupakan akad yang dipergunakan oleh
Bank Syari’ah, UUS, fsn BPRS tidak hanya kegiatan untuk menghimpun dana dalam
bentuk investasi berupa deposito, tabungan atau bentuk lain yang dipersamakan
dengan itu, tetapi juga untuk kegiatan menyalurkan pembiayaan bagi
hasil, proses membeli dan menjual atau menjamin atas resiko sendiri surat
berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata. Khusus bagi BPRS, mudharabah dapat juga
digunakan sebagai landasan akad untuk menempatkan dana pada bank Syari’ah lain
dalam bentuk Investasi.
Mudharabh menurut
ketetapan fatwa DSN MUI ialah akad kerjasama suatu usaha antara dua pihak di
mana pihak pertama (malik, shahibal-mal,LKS) menyediakan seluruh modal,
sedang pihak kedua (amil, mudhari, nasabah) berindak selaku pengelola
dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan yang dituangkan
dalam kontrak.[32]
Dari
beberapa devinisi di atas maka penyusun mengartikan bahwa akad mudharabah
adalah akad pembiayaan yang mana pihak pertama yaitu dalam hal ini pihak bank
syari’ah atau lembaga keungan syari’ah menyalurkan dananya 100% untuk di kelola
oleh pihak kedua yaitu nasabah dengan keuntungan usaha di bagi atas kesepakatan
kedua belah pihak.
4.
Rukun Mudharabah
Faktor-faktor yang harus ada (rukun)
dalam akad mudharabah adalah:
a. Pelaku (pemilik modal maupun pelaksana usaha)
b. Objek mudharabah (modal dan kerja)
c. Persetujuan kedua belah pihak (ijab-qabul)
5.
Landasan Syari’ah
Para imam
mazhab sepakat bahwa mudharabah adalah boleh berdasarkan al-Qur’an dan as-sunnah
Landasan syari’ah dari mudharabah ini lebih mencerminkan agar setiap
ummat dianjurkan melakukan usaha, seperti tertera dalam Al-Qur’an surat
al-Muzammil ayat 20
Artinya
….dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia
Allah..(Q.S. al-Muzammil [73]:20)
Dalam salah
satu hadis akad mudharabah memperoleh keberkahan dari Allah SWT., sebagaimana
hadis yang diriwayatkan Salih bin Shuhaib:
عَنْ صَالِحِ بْنِ
صُهَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثٌ فِيهِنَّ
الْبَرَكَةُ الْبَيْعُ إِلَى أَجَلٍ وَالْمُقَارَضَةُ وَأَخْلَاطُ الْبُرِّ
بِالشَّعِيرِ لِلْبَيْتِ لَا لِلْبَيْعِ
Artinya:
“Diriwayatkan
dari Shalih bin Shuhaib dari ayahnya, berkata bahwa, "Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: " Ada tiga hal yang memperoleh
keberkahan; yaiut
transaksi jual beli untuk masa tertentu, muqadarah atau mudarabah (yaitu bagi
hasil), dan mencampur gandum jenis burr dengan gandum jenis sya’ir untuk
keperluan rumah tangga bukan untuk dijual." (HR. Ibnu majah)
….dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah..(Q.S. al-Muzammil [73]:20)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar