A. PENGANTAR
Latar Belakang
Perkawinan
merupakan penyatuan dua insan antara pria dan wanita dalam suatu akad yang
biasa dikatakan dengan kawin ataupun nikah,
nikah menurut istilah syara’ yaitu akad yang ditetapkan syara’ untuk
memperbolehkan bersenang-senang antara laki-laki dengan perempuan dan
menghalalkan bersenang-senang antara perempuan dengan laki-laki. Inilah
definisi syara’,
Menurut
Muhammad Abu Ishrah nikah yaitu akad yang memberikan faedah hukum kebolehan
mengadakan hubungan keluarga (suami istri) antara pria dan wanita dan
mengadakan tolong menolong, memberi batas hak bagi pemiliknya serta pemenuhan
kewajiban bagi masing-masing.
Dari
pengertian ini perkawinan mengandung aspek akibat hukum, melangsungkan
perkawinan ialah saling mendapat hak dan kewajiban serta bertujuan mengadakan
hubungan pergaulan yang dilandasi tolong menolong. Karena perkawinan termasuk
pelaksanaan agama, maka didalamnya terkandung adanya tujuan / maksud
mengharapkan keridhaan Allah SWT.
Dalam
perkawinan, tidak hanya menyatukan dua insan pria dan wanita untuk
diperboehkannya hubungan seksual melainkan masih banyak hal yang terkandung
didalamnya. Di dalam perkawinan kita akan menemukan beberapa aspek diantaranya
aspek akidah dalam perkawinan, aspek ibadah dalam perkawinan dan aspek muamalah
yang terdapat dalam perkawinan.
Dalam
makalah ini yang kami tekankan yaitu ketiga aspek tersebut, karena ketiga aspek
tersebut begitu menarik untuk di bahas dan dikaitkan dengan perkawinan, maka
dari inilah kami selaku penyususn makalah memilih judul ini yaitu : Aspek
Akidah, Ibadah, dan Muamalah Didalam Perkawinan.
B.
POKOK MASALAH
Dari
latarbelakang diatas dapat kami tarik pokok masalah dalam pembuatan makalah ini
yaitu:
1.
Bagaimana aspek Akidah dalam perkawinan ?
2.
Bagaimana aspek ibadah dalam perkawinan ?
3.
Adakah aspek muamalah dalam perkawinan ?
C.
TUJUAN PENULISAN
1.
Untuk mengetahui
aspek akidah dalam perkawinan.
2.
Untuk mengetahui aspek ibadah dalam perkawinan.
3.
Unruk mengetahui aspek muamalah dalam perkawinan.
D.
PEMBAHASAN
1.
Aspek Akidah Dalam Perkawinan
Akidah
sebagai sistem kepercayaan yang bermuatan elemen-elemen dasar keyakinan,
menggambarkan sumber dan hakikat keberadaan agama. Iman merupakan pancaran dari
akidah, iman menurut bahasa adalah percaya, percaya terhadap risalah yang di
bawa Nabi Muhammad SAW yang diberikan Allah kepada beliau. Iman yaitu pengakuan
di dalam hati diucapkan dengan lisan dan di implikasikan dengan anggota badan.
Dalam sebuah hadis yang
diriwayatkan oleh Umar ibn Al-Khatab :
فأخبرني عن
الإيمان. قال: "أن تؤمن بالله، وملائكته، وكتبه، ورسله، واليوم الآخر، وتؤمن
بالقدر خيره وشره"
Dari hadis ini dapat ditarik kesimpulan bahwa
iman adalah membenarkan bahwa Allah adalah tuhan yang wajib kita sembah dan
mempercayai bahwa adanya malaikat, kiab-kitab-Nya, para Rasul, hari akhir dan
percya akan adanya kodho dan kodar baik ataupun buruk.
Menaati
perintah Allah dan Rasul-Nya merupakan kewajiban kita sebagai umat Islam dan sebagai
orang yang beriman, karena hanya dengna taat kepada Allah dan Rsul maka kita
pasti akan terhindar dari adhab yang pedih, debaliknya kalau kita ingkar kepada
Allah dan Rasul-Nya tunggulah adab yang sangat pedih. Dalam Al-Qur’an surat Ali
Imran :32 Allah berfirman:
ö@è% (#qãèÏÛr& ©!$# ^qߧ9$#ur (
Katakanlah:
"Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya;
Dalam
perkawinan kita akan menemukan aspek akidah didalamnya, mengapa, karena dalam
perkawinan terdapat syari’at Allah dan Rasul-Nya. Banyak ayat-ayat yang
menyuruh unutk melakukan perkawina seperti halnya firman Allah didalam surat
An-Nisa ayat 3 :
(#qßsÅ3R$$sù $tB z>$sÛ Nä3s9 z`ÏiB Ïä!$|¡ÏiY9$# 4Óo_÷WtB y]»n=èOur yì»t/âur (
Maka kawinilah wanita-wanita
(lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat
Begitu juga yang terdapat
dalam surat An-Nur ayat 32 :
(#qßsÅ3Rr&ur 4yJ»tF{$# óOä3ZÏB tûüÅsÎ=»¢Á9$#ur ô`ÏB ö/ä.Ï$t6Ïã öNà6ͬ!$tBÎ)ur 4 bÎ) (#qçRqä3t uä!#ts)èù ãNÎgÏYøóã ª!$# `ÏB ¾Ï&Î#ôÒsù 3 ª!$#ur ììźur ÒOÎ=tæ ÇÌËÈ
Dan
kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak
(berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang
perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya.
dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui.
Begitu
banyak pula suruhan Nabi kepada umatnya untuk melakukan perkawinan.
Diantaranya, seperti dalam hadis Nabi dari Abdullah Ibn Mas’ud muttafaq alaih
yang berbunyi :
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ
مَنْ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ
فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
Wahai para pemuda, siapa
diantaramu telah mempunyai kemampuan dari segi “al-baah” hendaklah ia kawin,
Karena perkawinan itu lebih menutup mata dari penglihatan yang tidak baik dan
lebih menjaga kehormatan. Bila ia tidak mampu untuk kawin hendaklah ia
berpuasa, karena puasa itu bagian pengekang hawa nafsu.
Perkawinan
merupakan sunnah Allah dan Rasal-Nya sehingga dapat dikatakn juga bahwa
perkawinan itu merupakan manisfentasi seorang hamba terhadap sayidnya dan
seorang umat pada imamnya, perkawinan juga merupakan bentuk kepatuhan hamba
terhadap apa yang sudah diperintahkan Allah dan Rasul-Nya walaupun ulama
berbeda pendapat mengenai apakah kawin wajib dan mubah.
Dalam
konteks ini yang dibahas bukan hukumnya tetapi ini adalah kepatuhan seorang
hamba terhadap apa yang telah di suruh kepadanya. Dan jikalau ia melaksanakan
suruhannya maka dia sudah mengamalkan apa yang dianjurkan oleh Allah dan
Rasul-Nya.
2. Aspek Ibadah Dalam
Perkawinan
a. Pengertian Ibadah Dan Pembagiannya
Ibadah
pengindonesiaan dari al-ibadah,dari segi bahasa artinya pengabdian, ketaatan,
menghinakan atau merendahkan diri dan do’a.
Salah satu
bagian dari syarat Islam adalah ibadah. Ibadah merupakan tugas hidup manusia di
dunia, karena itu manusia yang beribadah kepada Allah disebut Abdullah atau
hamba Allah.Bahwa pada hakikatnya ibadah mencakup seluruh aspek kehidupan
manusia, sehingga ibadah bisa dibagi menjadi ibadah dalam arti khusus dan
ibadah dalam arti umum.
Ibadah
dalam arti khusus yaitu ibadah yang macam dan cara melaksanakannya telah
ditentukan oleh syari’at (ketentuan dari Allah dan Rasulullah), bersifat mutlak
manusia tidak ada wewenang, merubah, menambah, mengurangi atau membuat cara
sendiri dalam beribadah. Dikenal dengan ibadah mahdah.
Ibadah
dalam arti umum atau ibadah ghoiru mahdah yaitu menjalani kehidupan untuk
memperoleh keridaan Allah SWT dengan mentaati syari’at-Nya. Bentuk dan macam
ibadah ini tidak ditentukan secara terperinci, karena itu apa saja kegiatan
seorang muslim dapat bernilai ibadah asalkan kegiatan tersebut bukan perbuatan
yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya (syari’at) serta diniatkan untuk mencari
ridha Allah.
b. Hubungan Antara Ibadah Dan Perkawinan
Perkawinan
dalam Islam bukan semata-mata hubungan atau kontrak keperdataan biasa, tetapi
mempunyai nilai ibadah, sebagaimana dalam KHI ditegaskan bahwa perkawinan
merupakan akad yang sangat kuat untuk menaati perintah Allah dan pelaksanaannya
merupakan ibadah sesuai dengna pasal 2 Kompilasi Hukum Islam.
Perkawinan
merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku pada semua makhluk Tuhan, baik
pada manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Perkawinan merupakan cara yang
dipilih Allah sebagai jalan bagi manusia untuk beranak pinak, berkembang biak,
dan melestarikan hidupnya setelah masing-masing pasangan siap melakukan
perannya yang positif dalam mewujudkan tujuan perkawinan.
Allah tidak
menjadikan manusia seperti makhluk lainnya yang hidup bebas mengikuti nalurinya
dan berhubungan secara anarkhi tanpa aturan. Demi menjaga kehormatan dan
martabat kemuliaan manusia, Allah mengadakan hukum sesuai dengan martabatnya
sehingga hubungan antara laki-laki dan perempuan diatur secara terhormat dan
berdasarkan rasa saling meridhai.
Dalam
Al-Qur’an dinyatakan bahwa hidup berpasang-pasangan, hidup berjodoh-jodoh
adalah naluri semua makhluk Allah, termasuk manusia sebagaimana firmanNya dalam
surat Adz-Dzariyat ayat 49:
`ÏBur Èe@à2 >äóÓx« $oYø)n=yz Èû÷üy`÷ry ÷/ä3ª=yès9 tbrã©.xs? ÇÍÒÈ
Artinya :
dan
segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran
Allah.
Dalam surat Ar-Rum ayat 21 :
ô`ÏBur ÿ¾ÏmÏG»t#uä ÷br& t,n=y{ /ä3s9 ô`ÏiB öNä3Å¡àÿRr& %[`ºurør& (#þqãZä3ó¡tFÏj9 $ygøs9Î) @yèy_ur Nà6uZ÷t/ Zo¨uq¨B ºpyJômuur 4 ¨bÎ) Îû y7Ï9ºs ;M»tUy 5Qöqs)Ïj9 tbrã©3xÿtGt ÇËÊÈ
Artinya :
Dan
di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.
Islam mengatur
manusia dalam hidup berjodoh-jodohan itu melalui jenjang perkawinan yang
ketentuannya dirumuskan dalam wujud aturan-aturan yang disebut hukum perkawinan
Islam.
Hukum Islam
juga ditetapkan untuk kesejahteraan umat, baik secara program maupun secara
bermasyarakat, baik untuk hidup di dunia ataupun di akhirat. Kesejahteraan
masyarakat akan tercipta dengan terciptanya kesejahteraan yang sejahtera,
karena keluarga merupakan lembaga terkecil dalam masyarakat, sehingga
kesejahteraan masyarakat sngat tergantung pada kesejahteraan keluarga. Islam mengatur
keluarga bukan secara garis besar, tetapi sampai terperinci. Yang demikian ini
menunjukkan perhatian yang sangat besar terhadap kesejahteraan keluarga.
Keluarga terbentuk melalui perkawinan, karena itu perkawinan sangat dianjurkan
oleh Islam bagi yang telah mempunyai kemampuan. Tujuan itu dinyatakan baik di
dalam Al-Qur’an maupun Al-Sunnah.
Dalam
ajaran Islam, pernikahan, yang dipahami dari tujuan, hikmah, dan
prinsip-prinsipnya tidak menitik beratkan pada kebutuhan biologis semata dan
bukan sekedar tertib administrasi. Pernikahan adalah suatu ibadah, dan berarti
pelaksanaan perintah syar’i, merupakan refleksi ketaatan makhluk kepada khaliknya.
Bagian yang tak terpisahkan dari seluruh ajaran agama dan sama sekali bukan
sekedar tertib administrative. Dalam ajaran Islam terdapat aturan yang rinci
dalam perkawinan salah satunya adalah akibat yang mungkin terjadi selama dan
setelah terputusnya perkawinan.
Nabi Muhammad SAW bersabda:
إذا
تزوج العبد فقد استكمل نصف الدين فليتق الله في النصف الباقي
Artinya:
Apabila seorang hamba
menikah, sempurnalah sebagian agamanya maka bertakwalah kepada Allah akan
sebagian yang lain.
Di samping
itu, pernikahan merupakan sunnah (yang dijalani) Rasulullah SAW. Sebagai umat
(pengikut) Nabi yang taat, dan sepantasnya mengikuti jejak beliau. Pengingkaran
terhadap sunnah menyebabkan kita terlepas dari kumpulan umat beliau.
Banyak hadis yang mengatakan
hal tersebut diantaranya:
النكاح
سنتي فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي
فَلَيْسَ مِنِّي
Artinya:
Nikah itu sunnahku, barang
siapa yang benci terhadap sunnahku, dia bukan umatku.
Sabda Nabi yang diriwayatkan
Imam Bukhori dan Imam Muslim dari Ibnu Abbas :
يَا مَعْشَر
الشَّبَاب مَنْ اِسْتَطَاعَ مِنْكُمْ الْبَاءَة فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَن
لِلْفَرْجِ
Hai para pemuda, barangsiapa
yang telah sanggup diantaramu untuk kawin, maka kawinlah, karena sesungguhhnya
kawin itu dapat mengurangi pandangan (yang liar) dan lebaih menjaga kehormatan.
Dalam
Al-Qur’an dinyatakan bahwa berkeluarga itu termasuk sunnah rasul-rasul sejak
dahulu sampai rasul terakhir Nabi Muhammad SAW, sebagaimana tercantum dalam
surat Ar-Ra’d ayat 38 :
ôs)s9ur $uZù=yör& Wxßâ `ÏiB y7Î=ö6s% $uZù=yèy_ur öNçlm; %[`ºurør& ZpÍhèur 4 $tBur tb%x. @AqßtÏ9 br& uÎAù't >pt$t«Î/ wÎ) ÈbøÎ*Î/ «!$# 3 Èe@ä3Ï9 9@y_r& Ò>$tGÅ2 ÇÌÑÈ
Artinya :
Dan
Sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan
kepada mereka isteri-isteri dan keturunan. dan tidak ada hak bagi seorang Rasul
mendatangkan sesuatu ayat (mukjizat) melainkan dengan izin Allah. bagi
tiap-tiap masa ada kitab (yang tertentu).
3.
Aspek Muamalah Dalam Perkawinan
Pengertian Muamalah
Muamalah
secara harfiayah berarti “pergaulan” atau hubungan antar manusia. Dalam
harfiyah yang bersifat umum ini, muamalah berarti perbuatan atau pergaulan
diluar ibadah. Muamalah merupakan perbuatan manusia dalam menjalin hubungan
atau pergaulan antar sesama manusia.
Sesuai
dengan apa yang dikemukakan, bahwa muamalah adalah hubungan antara orang satu
dengan orang lain, antara individu satu dengan individu lain, yang sering kita
kenal dengan sebutan hablum minan anas, begitu pula dalam perkawinan yaitu
hubungna antara wanita dengan pria, individu sat dengan yang lainnya, maka dari
sinilah kita akan mengetahui bahwa sanya perkawinan juga memuat aspek muamalah.
Karena didalam perkawinan termuat pula unsur kerjasama dan saling berbagi.
Agama Islam
mengajarkan seorang manusia yang sempurna, diciptakan dari gabungan unsur
rahani, jasmani, dan ekonomi yang harus dipertimbangkan ketika hak-hak manusia
disusun. Itulah sebabnya tak ada manusia yang dapat menyusun dan mengumpulkan
hak-hak yang sebenarnya dan yang asli bagi suatu masyarakat, tak satu pun
kecuali Allah yang Mahatinggi.
Perkawinan
adalah suatu perjanjian suci antara seorang pria dan wanita untuk membentuk keluarga bahagia. Dari sini sudah jelas bahwa
sanya perkawinan adalah suatu perjanjian. Sebagai perjanjian, ia mengandung
adanya kemauan bebas antara dua pihak yang saling berjanji berdasarkan prinsip
suka sama suka. Jadi, ia jauh sekali dari segala yang dapat diartikan sebagai
mengandung sesuatu paksaan. Oleh karena itu baik pihak pria atau wanita yang
mengikat janji dalam perkawinan mempunyai kebebasan penuh untuk menyatakan,
apakah mereka bersedia atau tidak. Prjanjian itu dinyatakan dalam bentuk ijab
dan Kabul yang harus diucapkan dalam satu majelis, baik langsung
oleh mereka yang bersangkutan, yakni calon suami dan calon isteri, jika
keduanya sepenuhnya berhak atas dirinya menurut hukum atau oleh mereka yang
dikuasakan untuk itu. Kalau tidak demikian, misalnya dalam keadaan tidak waras
atau masih dibawah umur, untuk mereka dapat bertindak wali-wali mereka yang
sah.
Perkawinan
merupakan akad yang memberikan faedah hukum kebolehan mengadakan hubungna
keluarga (suami istri) antara pria dan wanita dan mengadakan tolong menolong
dan member batas hak bagi pemiliknya serta pemenuhan kewajiban bagi
masing-masing. Dari pengertian ini perkawinan mengandung aspek akibat hukum,
melangsungkan perkawinan ialah saling mendapat hak dan kewajiban serta
bertujuan mengadakan hubungan pergaulan yang dilandasi tolong menolong.
Dari sudut
pandang hukum perkawinan merupakan sebuah akad kontrak, oleh karenanya ia tidak
dilangsungkan tanpa persetujuan dari kedua belah pihak. Perkawinan merupakan
muamalah karena dalam perkawinan terdapat akad dimana akad tersebut akan
mengikat antara satu pihak dan pihak lain, dari sinilah perkawinan juga
termasuk dalam muamalah yaitu hubungan antara manusia satu dengan manusia lain
(khablum minannas).
E.
KESIMPULAN
Dari pembahasan makalah ini dapat kami tarik
kesimpulan sebagai berikut:
1.
Dilihat dari aspek akidah bahwa sanya dalam pernikahan
juga memuat aspek akidah, karena didalam pernikahan orang itu memerlukan
petunjuk dari Allah dan Rasul-Nya ini dilihat dari kacamata akidah.
2.
Dilihat dari aspek ibadah bahwa seorang yang
menjalankan sunnah Allsh dan Rasul-Nya merupakan suatu ibadah, dalam perkawinan
banyak suruhan yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Al-Hdits sehingga orang yang
menjalankan perkawinan akan dihitung ibadah.
3.
Dari aspek muamalah perkawinan merupakan perbuatan
yang melibatkan dua orang sehingga perkawinan tersebut dapat dinamakan hablum
minan annas, yaitu hubungan manusia dengan manusia.
Daftar Pustaka
Tihami,
Sohari Sahrani, 2010, Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap,
Rajawali Pers, Jakarta
Abdul Rahman
Ghozali, 2010, Fiqh Munakahat, Kencana, Jakarta
Beni Ahmad
Saebani, 2001, Fiqh Munakahat (Buku 1, Pustaka Setia, Bandung
Mas’adi Ghufran
A, 2002, Fiqh Muamalah Kontekstual, PT Raja Grafindo, Jakarta
Amir Syarifuddin,
2011, Hukum Perkawinan Islam di Indoesia, Antara Fiqh Munakahat Dan
Undang-Undang Perkawinan, Kencana, Jakarta
Abdullah
Arief Cholil DKK, 2011,Studi Islam II, SA-PRESS (Sultan Agung Press),
Semarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar