BAB I
Pendahuluan
A. Latarbelakang
Asas berlakunya undang-undang hukum
pidana menurut tempat ini penting untuk menjawab pertanyaan, sampai dimana
berlakunya undang-undang hukum pidana dari suatu Negara dan bila mana Negara
berhak melakukan penentuan terhadap suatu perbuatan orang yang merupakan tindak
pidana. Oleh karena berlakunya aturan pidana itu dibatasi oleh tempat /wilayah,
maka asas-asas berlakunya aturan pidana menurut tempat menjadi penting untuk
menghindari pertentangan yurisdiksi dengan Negara lain disatu sisi dan
menghindari lepasnya suatu tindak pidana dari tuntutan hukum disisi yang lain.
Pembentuk undang-undang dapat menetapkan ruang berlakunya undang-undang
yang dibuatnya. Pembentuk undang-undang dapat menetapkan berlakunya undang-undang
pidana terhadap tindak-tindak pidana yang terjadi didalam atau diluar wilayah
Negara. Wilayah suatu Negara meliputi:
daratan Negara, perairan laut territorial yang lebarnya ditentukan hukum
internasional, dan udara yang ada diatas wilayah Negara itu.
B. Rumusan Masalah
Dalam latarbelakang makalah tersebut
dapat menimbulakan rumusan masalah sebagai berikut :
a)
Apakah asas teritorial
itu?
b)
Apakah asas
personal (nasional aktif)?
c)
Apakah asas
perlindungan (nasional pasif)
d)
Apakah asas
universal?
BAB II
Pembahasan
A. Asas Teritorial Atau Wilayah
Pertama-tama
kita lihat bahwa hukum pidana suatu Negara berlaku diwilayah Negara itu
sendiri. Ini merupakan yang paling pokok dan juga asas yang paling tua. Adalah
logis kalau ketentuan-ketentuan hukum suatu Negara berlaku diwilayahnya
sendiri.
Bahkan
didalam hukum adat pun dikenal asas demikian. Misalnya Van Vollenhoven membagi
Indonesia atas 19 wilayah hukum adat,
yang merupakan pembagian berdasar asas teritorialitas. A.Z. abiding
menyatakan, bahwa menurut hukum adat pidana di Sulawesi selatan berdasarkan
lontra’, berlaku asas wilayah, terparti dalam pepatah adat “dimana api menyala,
disitu dipadamkan”, yang berarti dimana delik dilakukan, disitu diadili
berdasar atas adat yang berlaku diwilayah itu.
Asas
wilayah atau teritorialitas ini tercantum dalam pasal 2 KUHP, yang berbunyi:
“Aturan pidana dalam undang-undang Indonesia berlaku bagi setiap orang yang
melakukan suatu tindak pidana di Indonesia”. Setiap orang berarti orang
Indonesia maupun orang asing yang melakukan tindak pidana. Dalam melakukan tindak
pidana itu orang tidak perlu diwilayah Indonesia. Seseorang yang ada diluar
negri dapat pula melakukan delik di Indonesia.
Dalam
konteks hukum pidana, diberlakukan undang-undang yang berlaku ditempat tindak
pidana itu (Lex loci delicti) dan sebagaimana yang dirumuskan dalam pasal 2
KUHP dikenal sejak abad ke-sembilan. Berlakunya asas tersebut bertolak dari
satu pemikiran, bahwa setiap Negara berkewajiban menjamin keamanan dan
ketertiban diwilayah negaranya masing-masing. Dengan demikian, berlakunya asas
territorial ini didasarkan pada asas kedaulatan Negara suatu bangsa, yang
meliputi seluruh wilayah Negara yang bersangkutan, sehingga setiap orang baik
yang secara tetap maupun yang untuk sementara berada dalam wilayah Negara
tersebut, harus mentaati dan mendudukan diri pada segala perundang-undangan
yang berlaku di Negara itu.
Berlakunya
asas territorial dalam pasal 2 KUHP diatas diperluas dengan ketentuan yang
terdapat dalam pasal 3 KUHP yang menyatakan :
“
aturan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang
diluar wilayah Indonesia melakukan tindak pidana didalam kendaraan air atau
pesawat udara Indonesia”.
Patut dicatat,
bahwa meskipun demikian ketentuan pasal 3 KUHP tersebut memperluas berlakunya
ketentuan pasal 2 KUHP (tentang asas territorial), tetapi tidak dapat ditarik
kesimpulan, bahwa kendaraan air atau pesawat udara Indonesia itu merupakan
sebagian wilayah Negara (Indonesia), sehingga apa yang terjadi didalam
kendaraan air atau pesawat udara Indonesia disimpulkan terjadi dalam wilayah
atau territorial Indonesia. Apabila disimpulkan demikian, maka hal itu akan
bertentangan dengan asas territorial yang juga di anut oleh Negara lain.
Apabila sebuah kendaraan air (perahu/kapal) Indonesia sedang ada di territorial
Negara lain dan dalam kapal itu misalnya terjadi tindakan pidana, maka terhadap
tindak pidana itu dapat diperlakukan aturan pidana Indonesia. Tetapi juga perlu
diingat, bahwa aturan dimana tem pat kapal itu berlabuh juga dapat
diperlakukan, malah yang disebut terahir dapat mengesampingkan berlakunya
aturan pidana dari bendera kapal atau pemilik kapal yaitu Indonesia.
B. Asas Personalitas (Nasional Aktif)
Asas
personalitas ini bertumpu pada kewarganegaraan pembuat delik. Hukum pidana
Indonesia mengikuti warganegaranya kemanapun ia berada. Asas ini bagaikan
ransel yang melekat pada punggung warga Negara Indonesia kemanapun ia pergi.
Inti asas ini tercantum di dalam pasal 5 KUHP.
Pasal
itu berbunyi: “Ketentuan pidana dalam perundang-undangan republik Indonesia
berlaku bagi warga Negara Indonesia yang melakukan diluar wilayah Indonesia:
1. Aturan
pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi warga Negara (Indonesia,
pen) yang di luar Indonesia melakukan;
Ke-1
Salah satu kejahatan tersebut dalm bab I dan bab II buku kedua dan pasal-pasal
160, 161, 240, 279, 450, dan 451
Ke-2
Salah satu perbuatan oleh suatu aturan pidana dalam perundang-undangan Negara
dimana perbuatan itu dilakukan, diancam dengan pidana
2. Penuntutan
perkara sebagai dimaksud dalam (ayat 1, pen) ke-2 dapat dilakukan juga jika
terdakwa menjadi warga Negara sesudah melakukan perbuatan.
Berdasarkan ketentuan pasal 5 KUHP
khususnya ayat 1 yang menyatakan: “Aturan pidana dalam perundang-undangan
Indonesia berlaku bagi warga Negara Indonesia yang diluar wilayah Indonesia” tersimpul
pendapat, bahwa dalam ketentuan tersebut terkandung adanya asas personal atau
asas nasional aktif. Namun demikian, apabila dilihat isi atau substansi
ketentuan pasal 5 KUHP tersebut hakikatnya memuat prinsip melindungi kepentingan
nasional. Degan demikian ketentuan pasal 5 KUHP disamping memuat asas personal
juga memuat asas perlindungan.
Pasal 5 KUHP melindungi kepentingan nasional yang diatur
dalam Bab I dan Bab II buku kedua KUHP secara keseluruhan dengan demikian tidak
hanya terbatas dalam pasal 104, 106, 107, 108, 110, 111 bis ke-1, 127 dan 131
KUHP, bahkan perlindungan diperluas terhadap kejahatan-kejahatan yang
ditentukan pada pasal 4 ke-2 KUHP.
Hal penting dari berlakunya pasal 5 KUHP
adalah yang ditentukan pasal 5 (1) ke-2 KUHP,ketentuan itu untuk mencegah, agar
warga Negara Indonesia yang melakukan tindak pidana di Negara asing tetap dapat
diadili berdasarkan aturan pidana Indonesia apabila dia melarikan diri ke
Indonesia untuk menghindari penuntutan di Negara ia melakukan tindak pidana.
C. Asas Perlindungan (Nasional Pasif)
Asas ini menentukan bahwa hukum pidana
suatu Negara (juga Indonesia) berlaku terhadap perbuatan-perbuatan yang
dilakukan di luar negri, jika karena itu kepentingan tertentu terutama
kepentingan Negara dilanggar di luar wilayah kekuasan wilayah Negara itu . asas
ini tercantum di Pasal 4 ayat 1, 2 dan 4 KUHP. Kemudian asas ini diperluas
dengan undang-undang nomer 4 tahun 1976 tentang kejahatan penerbangan juga oleh
pasal 3 undang-undang nomer 7 (drt) tahun 1955 tentang tindak pidana ekonomi.
Disini yang dilindungi bukanlah
kepentingan individual orang Indonesia, tetapi kepentingan nasional atau
kepentingan umum yang lebih luas. Jika orang Indonesia menjadi korban delik
diwilayah Negara lain, yang dilakukan oleh warga Negara asing, maka hukum
pidana Indonesia tidak berlaku. Diberi kepercayaan kepada setiap Negara untuk
menegakan hukum di wilayahnya sendiri.
Asas perlindungan ini termuat dalam
beberapa pasal, yaitu pasal 4 ke-1, ke-2 dan ke-3, pasal 7 dan pasal 8 KUHP
yang bunyinya sebagai berikut:
a. Pasal
4 KUHP menyatakan: “Aturan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku
bagi setiap orang yang diluar Indonesia melakukan :
Ke-1
Salah satu kejahatan tersebut pasal-pasal 104,
106, 107, 108, 110, 111 bis ke-1, 127 dan 131
Ke-2 Suatu kejahatan mengenai mata uang atau
uang kertas yang dilakukan oleh Negara atau bank, ataupun mengenai materai yang
dikeluarkan dan merk yang digunakan pemerintah Indonesia.
Ke-3 Pemalsuan surat hutang atau sertifikat
hutang atas tanggungan Indonesia, atas tanggungan suatu daerah atau bagian
daerah Indonesia, termasuk pemalsuan talon, tanda devinden atau tanda bunga
b.
Pasal 7 KUHP
menyatakan : “Aturan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi
setiap pejabat yang diluar Indonesia melakukan salah suatu pidana tersebut
dalam bab XXVIII buku kedua
c.
Pasal 8 KUHP
menyatakan : “Aturan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi
nahkoda dan penumpang perahu Indonesia, yang diluar diluar Indonesia sekalipun
diluar perahu, melakukan salah satu perbuatan pidana tersebut bab XXIX buku
kedua, dan bab IX buku ketiga, begitupun yang tersebut dalam peraturan mengenai
surat laut dan pas kapal Indonesia.”
Diterapkannya asas perlindungan ini hanya terbatas
pada perbuatan-perbuatan yang sungguh-sungguh melanggar kepentingan nasional
yang sangat penting yaitu kepentingan Negara. Kepentingan hukum nasional yang
dipandang membutuhkan perlindungan adalah perbuatan yang diatur dalam tiga
pasal diatas yaitu pasal 4 ke1, ke-2, ke-3, pasal 7 dan pasal 8 KUHP yaitu
kepentingan nasional yang berupa :
i.
Terjaminnya
keamanan Negara dan terjaminnya keselamatan serta martabat kepala Negara dan wakilnya
ii.
Terjaminnya
kepercayaan terhadap mata uang, materai-materai dan merk-merk yang telah
dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia.
iii.
Terjaminnya
kepercayaan terhadap surat-surat atau sertifikat-sertifikat utang yang telah
dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia.
iv.
Terjaminnya para
pegawai Indonesia tidak melakukan kejahatan jabatan diluar negri.
v.
Terjaminnya
keadaan, bahwa nahkoda dan atau penumpang-penumpang perahu Indonesia tidak
melakukan kejahatan atau pelanggaran pelayaran di luar Indonesia.
D. Asas Universal
Asas
ini melihat hukum pidana berlaku umum, melampaui batas ruang wilayah dan ruang
orang (Indonesia). Yang dilindungi disini ialah kepentingan dunia. Jenis
kejahatan yang diancam pidana menurut asas ini sangat berbahaya bukan saja
dilihat dari kepentingan Indonesia tetapi juga kepentingan dunia. Secara
universal (menyeluruh di seantero dunia) jenis kejahatan ini dipandang perlu
dicegah dan perlu diberantas. Demikianlah sehingga orang jerman menamakan asas
ini weltrechtsprinzip (asas hukum dunia). Di sini kekuasaan kehakiman
menjadi mutlak karena yurisdiksi pengadilan tidak tergantung lagi pada tempat
terjadinya delik atau nasionalitas atau domisili terdakwa.
Asas
ini diatur dalam pasal-pasal :
-
4 sub ke-2 KUHP,
khususnya kalimat pertama yang berbunyi : “melakukan salah satu kejahatan
tentang mata uang, uang kertas yang dikeluarkan oleh Negara atau bank.”
-
4 sub ke-4 KUHP,
yang berbunyi : “melakukan salah satu kejahatan yang ditentukan dalam pasal
458, 444-446 tentang perampokan di laut dan yang ditentukan dalam pasal
447 tentang penyerahan alat pelayaran
kepada perampok laut.”
Pasal
1 undang-undang nomor 4 tahun 1976, selain mengubah pasal 3 KUHP, juga mengubah
dan menambah pasal 4 sub-4 sehingga berbunyi: “salah satu kejahatan yang
tersebut dalam pasal 438, 444 sampai dengan pasal 440 tentang pembajakan laut
dan pasal 447 tentang penyerahan kendaraan air kepada bajak laut dan pasal 479
huruf j tentang pengusaan pesawat udara secara melawan hukum, pasal 479 huruf
1, m, n, dan o tentang kejahatan yang mengancam keselamatan penerbangan sipil.”
Diberikan
juga penafsiran otentik mengenai perkataan “pesawat udara Indonesia” (pasal
95a) dan perkataan “dalam penerbangan” serta “dalam dinas” (pasal 95b).
Dalam
undang-undang nomor 4 tahun 1976 itu, diciptakan pula delik baru tentang penerbangan,
yaitu bab XXIX A dari pasal 479a sampai dengan 479b. mengenai kejahatan tentang
mata uang, dapat kita katakan sebagai hukum internasional, karena tidak lagi
dipersoalkan mata uang Negara mana, di mana dilakukan dan siapa pembuatnya. Ini
didasarkan pada konvensi jenewa 1929.
BAB III
Penutup
A. Kesimpulan
Pembahasan
makalah kali ini yaitu, ruang berlakunya peraturan-peraturan pidana menurut
tempat yang mana dalam bab ini bias ditemukan empat asas pokok dimana delik
pidana dilakukan. Empat asas itu adalah : pertama asas
territorial, didalam asas territorial atau wilayah ini suatu Negara sangatlah
diperhitungkan, jika ada warga Negara ataupun warga Negara asing melakukan
tindakan pidana di wilayah Negara lain maka warga Negara asing tersebut harus
mematuhi hukum pidana yang ada di Negara tersebut. Territorial wilayah Negara
yaitu: daratan Negara, perairan laut territorial yang lebarnya telah ditentukan
oleh hukum internasional, dan udara yang ada di atas Negara itu. Kedua,asas
personal (nasional aktif), asas ini melekat kepada perseorangan dimanapun orang
itu berada maka asas ini selalu melekat dalam dirinya , ada yang mengatakan
bahwa asas ini sebagaimana ransel yang ada pada punggung seseorang. Ketiga
asas perlindungan (nasional pasif) asas ini menentukan bahwa hukum pidana
suatu Negara berlaku terhadap perbuatan-perbuatan yang dilakukan di luar negri.
Dalam asas ini yang dilindungi adalah kepentingan nasional bukan kepentingan
perorangan. Keempat asas universal dalam asas ini
dijelaskan bahwa kepentingan yang dilindungi adalah kepentingan internasional,
asas ini menyeluruh di seluruh dunia, asas ini tidak memperhatikan wilayah atau
Negara apalagi individu, dalam assas ini yang diperhatikan adalah keamanan
internasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar